NASEHAT
untuk
MENJAUHI ORANG-ORANG SESAT
Ditulis
oleh:
Abu
Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbori
-semoga
Allah mengampuninya-
KATA PENGANTAR
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الحَمْدَ لله،
نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ، ونعوذُ به مِن شُرُورِ أنفُسِنَا، وَمِنْ
سيئاتِ أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِه الله فَلا مُضِلَّ لَهُ، ومن يُضْلِلْ، فَلا
هَادِي لَهُ.
وأَشْهَدُ أنْ لا
إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه
ورَسُولُه.
﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾ [آل عمران: 102]
.
﴿يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ
مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا
كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا﴾ [النساء: 1] .
﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا
قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا﴾ [الأحزاب: 70،
71].
أما بعد: {إِنَّ
أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَأَحْسَنَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمَّدٍ ق، وَشَرَّ
الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَ﴿إِنَّ مَا
تُوعَدُونَ لَآَتٍ وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ﴾ [الأنعام: 134].
Tulisan ini kami susun
sebagai bentuk dari tanggapan kepada seseorang yang berpemahaman dangkal tapi
merasa diri sebagai orang besar dan terhormat, -insya Allah- akan datang
penjelasan dan tanggapannya secara terperinci.
Semoga apa yang kami tulis
ini sebagai salah satu bentuk dari ajakan kami kepada setiap orang untuk bisa
berpikir dengan pemikiran yang sehat, yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah
Ash-Shahihah yang bukan dibangun di atas perasaan dan kecongkakan.
Semoga apa yang kami
tuliskan ini memberi manfaat untuk kami pribadi, pembaca dan untuk siapa saja
yang menginginkan kebaikan dan kebenaran.
Ditulis oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim
Al-Limbori
Di Darul Hadits Dammaj pada hari Sabtu
19 Dzulhijjah 1432 Hijriyyah
BAB I
BENTUK-BENTUK NASEHAT
Latar belakang yang
berbeda-beda pada manusia memiliki keterkaitan pula dalam pemahaman dan dalam beradaptasi.
Sering kali didapati pada sebagian orang memiliki keanehan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dari sebab itu diketahui akan pentingnya
suatu nasehat.
Dengan berbeda-bedanya latar
belakang pada setiap orang maka berbeda-beda pula bagi mereka ketika berhadapan
dengan suatu nasehat yang disampaikan oleh para pemberi nasehat, dengan melihat
adanya perbedaan seperti itu maka perlu untuk kami jelaskan sedikit yang
berkaitan dengan nasehat –semoga dengan sebab penjelasan ini akan memberikan
manfaat kepada kami dan kepada setiap yang mengingkan kebaikan-.
1.1
Nasehat
dari Yang Lebih Tinggi kepada Yang Rendah
Tidak diragukan lagi bahwa para
Rasul merupakan hamba-hamba Allah Ta’ala yang memiliki derajat lebih
tinggi dari hamba-hamba Allah yang lainnya, retorika mereka dalam berdakwah dan
dalam memberi nasehat sangatlah bagus dan mengena, namun apa yang mereka
lakukan tersebut selalu disalahkan dan bahkan mereka dikatakan sebagai orang
dungu, penyair, pendusta dan gila, Allah Ta’ala berkata tentang kisah diantara
mereka:
﴿لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ
اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ
عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ (59) قَالَ الْمَلَأُ مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي
ضَلَالٍ مُبِينٍ (60) قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلَالَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ
مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (61) أُبَلِّغُكُمْ رِسَالَاتِ رَبِّي وَأَنْصَحُ لَكُمْ
وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (62) أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ جَاءَكُمْ
ذِكْرٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَلَى رَجُلٍ مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ وَلِتَتَّقُوا
وَلَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (63) فَكَذَّبُوهُ فَأَنْجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ مَعَهُ
فِي الْفُلْكِ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا إِنَّهُمْ كَانُوا
قَوْمًا عَمِينَ (64) وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا
اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ (65) قَالَ الْمَلَأُ
الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ وَإِنَّا
لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (66) قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي سَفَاهَةٌ
وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (67) أُبَلِّغُكُمْ رِسَالَاتِ
رَبِّي وَأَنَا لَكُمْ نَاصِحٌ أَمِينٌ (68) أَوَعَجِبْتُمْ أَنْ جَاءَكُمْ ذِكْرٌ
مِنْ رَبِّكُمْ عَلَى رَجُلٍ مِنْكُمْ لِيُنْذِرَكُمْ وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ
خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ قَوْمِ نُوحٍ وَزَادَكُمْ فِي الْخَلْقِ بَسْطَةً
فَاذْكُرُوا آَلَاءَ اللَّهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (69)﴾ [الأعراف: 60-70]
“Sesungguhnya Kami
telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu dia berkata: "Wahai kaumku
sembahlah Allah, sekali-kali tak ada sesembahan bagi kalian selain-Nya".
Sesungguhnya (kalau kalian tidak menyembah Allah), aku takut kalian akan
ditimpa azab hari yang besar. Pembesar-pembesar dari kaumnya berkata:
"Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata".
Nuh menjawab: "Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku
adalah utusan dari Robb semesta alam". "Aku sampaikan kepada kalian
amanat-amanat Robbku dan aku memberi nasehat kepada kalian. Dan aku mengetahui
dari Allah apa yang tidak kalian ketahui". Dan apakah kalian (tidak
percaya) dan heran bahwa datang kepada kalian peringatan dari Robb kalian
dengan perantaraan seorang laki-laki dari golongan kalian agar dia memberi
peringatan kepada kalian dan mudah-mudahan kalian bertakwa dan supaya kalian
mendapat rahmat?. Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami menyelamatkannya
dan orang-orang yang bersamanya dalam perahu, dan Kami tenggelamkan orang-orang
yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta
(hatinya). Dan (kami telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud. dia
berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada sesembahan
bagi kalian selain dari-Nya, maka mengapa kalian tidak bertakwa
kepada-Nya?" pembesar-pembesar yang kafir dari kaumnya berkata:
"Sesungguhnya kami benar benar memandang kamu dalam keadaan dungu (kurang
akal) dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang-orang yang
berdusta". Hud berkata: "Hai kaumku, tidak ada padaku sifat
kedungguan sedikitpun, tetapi aku ini adalah utusan dari Robb semesta alam. Aku
menyampaikan amanat-amanat Robbku kepada kalian dan aku hanyalah pemberi
nasehat yang terpercaya bagi kalian". Apakah kalian (tidak percaya) dan
heran bahwa datang kepada kalian peringatan dari Robb kalian yang dibawa oleh
seorang laki-laki di antara kalian untuk memberi peringatan kepada kalian? Dan
ingatlah oleh kalian di waktu Allah menjadikan kalian sebagai
pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Robb telah
melebihkan kekuatan tubuh dan perawakan kalian (daripada kaum Nuh itu). Maka
ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kalian mendapat keberuntungan. Mereka
berkata: "Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah
saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka
datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang
yang benar".
(Al-A’raf: 60-70).
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya telah mengakui
bahwa hamba-hamba-Allah yang paling mulia dan memiliki derajat tertinggi adalah
para Rasul. Bukan suatu yang tidak sopan bila mereka memerintahkan umatnya: Lakukan
ini, kerjakan itu, berbuatlah ini dan bersikaplah begini! Dalil tentang
permasalahan seperti ini sangatlah banyak di dalam Al-Qur’an (diantaranya pada
ayat tersebut) begitu pula di dalam As-Sunnah.
Dengan retorika dan tata cara seperti itu mereka pun tidak terlepas
dari cemoohan, celaan, tuduhan dan pendustaan, oleh karena itu bersabarlah
wahai para penasehat! Karena orang yang tidak menyenangimu bila kamu memberi
nasehat kepadanya sebagaimana para Rasul memberi nasehat kepada tokoh-tokoh
dari umatnya maka dia akan melontarkan kata-kata kepadamu dengan berbagai macam
bentuk perkataan, diantaranya kamu akan dikatakan: “Pakai kata-kata yang
lembut dan sopan, jangan seperti komandan kepada pasukannya dan kita bukan di medan
tempur”, hal itu sebagaimana telah dilontarkan kepada kami (Khidhir) –hanya
kepada Allah kami memohon pertolongan-.
Orang yang memberi nasehat bila dilontarkan kata-kata seperti itu maka
tentu akan terheran-heran!!! Seseorang penuntut ilmu harus lebih menguatkan
kesabarannya sambil menghibur diri dengan apa yang telah dialami oleh generasi
terdahulu –sebagai renungan- Allah Ta’ala berkata:
﴿وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا
نَبِيًّا (41) إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ
وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا (42) يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ
جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا
سَوِيًّا (43) يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ
لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا (44) يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ
مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا (45) قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ
عَنْ آَلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ
وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا (46) قَالَ سَلَامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي
إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا (47)﴾ [مريم: 41 - 48]
“Ceritakanlah
kisah Ibrahim di dalam Al kitab (Al-Quran) ini. Sesungguhnya dia adalah Ash-Shiddiq
(yang membenarkan) lagi seorang Nabi. Ingatlah ketika dia berkata kepada bapaknya:
"Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak
melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?Wahai bapakku! Sesungguhnya
telah datang kepadaku sebagian ilmu yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku,
niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku,
janganlah kamu menyembah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu bermaksiat kepada Ar-Rahman
(Yang Maha Penyayang). Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan
ditimpa azab dari Ar-Rahman (Yang Maha Penyayang), maka kamu menjadi kawan bagi
syaithan". Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada sesembahan-sesembahanku
hai Ibrahim? jika kamu tidak berhenti (menasehatiku), maka niscaya kamu akan
kurajam, dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama". Berkata Ibrahim:
"Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu
kepada Robbku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan
diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa
kepada Robbku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dari berdoa kepada Robbku".
(Maryam: 41-48).
Sebagai Bahan Pertimbangan:
Seseorang ketika mendengar suatu fitnah yang sudah
tersebar dengan upaya untuk mempersempit proses bergeraknya fitnah maka dia
akan bergegas memberi nasehat, sebagaimana ketika terjadi fitnah yang
digencarkan oleh kaum Rafidhah
terhadap Darul Hadits Dammaj berupa peperangan dan permusuhan maka tiba-tiba
muncullah orang-orang yang suka menyebarkan berita ke penjuru Nusantara dan Melayu, yang terkadang mereka memberitakan
sesuatu yang belum terjadi dan terkadang pula mereka memberitakan sesuatu yang
aneh.
Dengan melihat kejadian yang seperti itu maka kami (Khidhir) bergegas memberi nasehat yang isinya: “Dari Khidhir
untuk Ikhwah di Indonesia: Tolong bila mendengarkan berita tentang Dammaj
jangan langsung disebar! Takutlah perkataan Nabi:
«كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ
يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ»[1].
Tolong
jangan menjadikan berita tentang Dammaj seperti buletin LJ[2]
“Maluku Hari Ini” (MHI), Barakallahu Fikum”.
Sebagai Bentuk Penyesuaian:
Pada surat Maryam tersebut menjelaskan tentang Nabi Ibrahim
‘Alaihis Salam dalam menasehati bapaknya maka bapaknya menjawab
sebagaimana yang telah disebutkan dalam ayat, dan diketahui bahwa nasehat Nabi
Ibrahim terhadap bapaknya berisikan seruan, perintah dan larangan, begitu pula
pada nasehat kami yang telah kami sebutkan namun sangat disayangkan tiba-tiba
ada seseorang yang menjawab dengan jawaban yang padat, diantaranya: “Pakai
kata-kata yang lembut dan sopan, jangan seperti komandan kepada pasukannya dan
kita bukan di medan tempur”.
Pokok dan Inti Permasalahan:
Tidaklah bapak Nabi Ibrahim menolak dan mencela nasehat
dari putranya melainkan karena sifat congkak, sombong dan keras kepala, karena
dia merasa sebagai seorang bapak, yang lebih tua dan lebih banyak makan garam
(lebih berpengalaman) diapun akhirnya enggan untuk menerima nasehat dari
putranya yang masih berusia mudah atau bahasa hizbyyin “anak kemarin sore”.
Kami tegaskan lagi bahwa tidaklah orang yang menolak dan mencela nasehat yang telah kami
sampaikan melainkan congkak dan “besar kepala” karena dia merasa sudah
diustadzkan, merasa tinggi dan merasa terhormat apalagi dikuatkan dengan
pernyataannya: “Kami juga pernah belajar ke masyayikh”.
Sebagai Bahan Renungan:
Bila seseorang memiliki ilmu dan mengetahui kisah
perjalanan dakwah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam maka tentunya dia akan
tersenyum bila dilontarkan kata-kata seperti itu, karena ketika Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam mengajak, menyeru dan memperingatkan para tokoh-tokoh dan
pembesar-pembesar kaum Quraisy maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
dilontarkan pula kata-kata yang menyakitkannya, Al-Imam Al-Bukhari berkata:
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdillah, beliau berkata: Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Hazim, beliau berkata: Telah menceritakan
kepada kami A’masy dari ‘Amr bin Murrah dari Sa’id bin Jubair dari Abdullah bin
‘Abbas –semoga Allah meridhai keduanya-, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam naik di atas gunung Shafa’ pada suatu hari lalu
berkata:
«يَا صَبَاحَاهْ».
“Wahai Shabahah”[3]. Maka berkumpullah orang-orang
Quraisy kepadanya, mereka berkata: Ada apa denganmu? Beliau berkata:
«أرأيتم لو أخبرتكم أن العدو يصبحكم أو يمسيكم أما كنتم تصدقونني».
“Apa pendapat
kalian kalau aku menberitakan kalian bahwasanya musuh mau mendatangi atau menyerang kalian apakah kalian akan
membenarkanku?”
Mereka berkata: Tentu!. Beliau berkata:
«فإني نذير لكم بين يدي عذاب شديد».
“Sesungguhnya aku
mau memperingatkan kalian dari azab yang dahsyat”. Maka berkatalah Abu Thalib: Celakah kamu
apakah hanya untuk ini kamu mengumpulkan kami? Lalu turunkan ayat:
﴿تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ﴾
“Celakalah kedua
tangan Abu Lahab”, sampai akhir ayat. (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Al-Imam
Muslim).
Dari hadits tersebut dapat kita menarik kesimpulan bahwa
orang yang melontarkan jawaban:“Pakai kata-kata yang lembut dan sopan,
jangan seperti komandan kepada pasukannya dan kita bukan di medan tempur”
adalah orang yang paling bodoh tentang perkara agamanya namun sok berlagak seperti
pembesar yang ditokohkan. Pada hadits tersebut Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam belum menjadi seorang komandan yang akan memerintahkan
pasukannya untuk berperang di medan tempur karena ketika itu beliau baru
memulai dakwahnya di kota Makkah. Dan ketahuilah bahwa tidaklah yang
mengingkari seruan, nasehat dan peringatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam tersebut melainkan hanya dari orang-orang yang merasa diri sebagai
pembesar dan tokoh masyarakat semisal Abu Lahab, begitu pula ketika kami (Khidhir)
memperingatkan saudara-saudara kami di Indonesia dari dosa besar berupa
penyebaran berita dusta dan kami memperingatkan mereka pula dari mengikuti
jejak para pelaku dosa besar dan perusak dakwah semisal LJ (laskar jihad) yang
mereka sangat bermudah-mudahan dalam berbuat dosa besar berupa dusta dan yang
selain itu, tiba-tiba bangkit seseorang merasa diri sebagai orang yang
terhormat dan merasa paling sopan dan paling tahu menyatakan: “Kami juga
pernah belajar ke masyayikh” yang dia mengandalkan perasaan yang
dibangun di atas kebodohan dan kedangkalan pemahaman terhadap suatu
permasalahan yang sedang dihadapi sebagaiamana Abu Lahab dan tokoh-tokoh
Quraisy yang enggan dan congkak dari menerima nasehat karena mereka merasa diri
sebagai para pembesar yang banyak “makan garam”.
Lebih anehnya lagi, orang tersebut ketika kami (Khidhir)
menyampaikan nasehat dan peringatan kepada saudara-saudara kami di Indonesia
sebagaimana yang telah kami sebutkan maka orang tersebut langsung berkomentar
panjang dan padat diantaranya: “Kalau memberi nasehat jangan isinya
seakan-akan kesannya suudzon kepada saudara, lebih baik pakai kata-kata yang
lembut dan sopan”.
Bila seseorang membaca nasehat kami dan membaca pula komentar miring orang
tersebut maka tentu akan membuat suatu perbandingan: Dari nasehat dan jawaban
terhadap nasehat tersebut mana kira-kira yang lembut dan sopan??!!.
Kami (Khidhir) sengaja menyebutkan isi nasehat kami sehingga para
pembaca bisa menilai apakah benar seperti yang dikatakan oleh orang aneh yang
mengandalkan perasaan dan kebodohan tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam menasehati para shahabatnya bukan karena beliau berprasangka
buruk kepada mereka dan para shahabat tidak menganggap nasehat Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam seakan-akan sebagai kesan buruk sangka kepada mereka, di
dalam “Ash-Shahihain” dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash –semoga Allah
meridhainya- Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadanya:
«يَا عَبْدَ اللهِ لاَ تَكُنْ بِمِثْلِ فُلاَنٍ كَانَ يَقُومُ
اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ».
“Wahai Abdullah
jangan kamu seperti si Fulan, dulunya dia shalat lail kemudian dia tinggalkan
shalat lail”.
Dari hadits tersebut sangatlah jelas bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam memperingatkan seorang shahabatnya dari orang yang
meninggalkan shalat lail, begitu pula kami memperingatkan seluruh
saudara-saudara kami di Indonesia untuk tidak berbuat dosa besar dan tidak
mengikuti jejak-jejaknya LJ (laskar jihad) namun sangat disayangkan tiba-tiba
ada orang yang pendek akalnya dan kurang pemahamannya langsung bersikap diluar
kewajaran.
1.2
Nasehat
dari Yang Selevel dengan Yang Semisalnya
Islam merupakan agama yang sangat indah dan penuh kasih
sayang, yang mempererat hubungan antara seseorang yang beriman dengan yang
lainnya, bila seseorang melihat kemungkaran dan kejelekan yang akan menimpa saudaranya
maka dia akan bergegas dengan meluangkan waktu dan tenaganya untuk
memperingatkan dan memberi nasehat, namun saying seringkali kebaikan tersebut
dipungkiri dan bahkan nasehatnya dijadikan sebagai bahan dan alasan untuk
mengikis keindahan syari’at Islam.
Orang yang berakal tentu sudah mengakui bahwa nasehat
merupakan asas dan pokok tegaknya suatu kebaikan, di dalam “Ash-Shahihain” dari Jarir
bin Abdullah –semoga Allah meridhainya- beliau berkata:
بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ قعَلَى إِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ
وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِم
“Aku membaiat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menegakan
shalat, mengeluarkan zakat dan menasehati setiap orang yang beragama Islam”.
1.3
Nasehat dari Yang Rendah kepada Yang Tertinggi
Berkata Al-Imam Al-Bukhari dalam “Shahihnya” pada akhir “Kitabul
Iman”:
باب قول النبي ق :«الدين النصحية لله وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ
وَعَامَّتِهِمْ». وقوله تعالى: ﴿إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ﴾ [التوبة
: 91]
“Bab perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Agama
adalah nasehat kepada Allah, Rasul-Nya dan pemimpin-pemimpin kaum muslimin dan
umat Islam (secara umum)”. Dan perkataan Allah Ta’ala: “Apabila
mereka berbuat ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya”. (At-Taubah: 91).
Bab yang dibuat oleh Al-Imam Al-Bukhari adalah bab yang sangat bagus
yang berisikan perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang
perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tersebut adalah shahih
sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam “Shahihnya” dari
Tamim Ad-Dari, beliau berkata: Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berkata:
«الدِّينُ
النَّصِيحَةُ»
“Agama
adalah nasehat”
kami berkata: Kepada siapa (nasehat tersebut)? Beliau berkata:
«لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ
وَعَامَّتِهِمْ».
“Kepada
Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan pemimpin-pemimpin kaum muslimin dan umat Islam (secara umum)”.
Termasuk dari prinsip ahlussunnah wal jama’ah adalah memberi
nasehat kepada penguasa yang zhalim dengan retorika yang telah dicontohkan oleh
para salafush shalih, bukan dengan cara demonstarsi, kudeta atau melakukan pergerakan
(pemberontakan) sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok sempalan yang sesat
dan menyesatkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ».
“Paling
utamanya jihad adalah kalimat (nasehat) yang adil kepada sulthan yang zhalim”. (Hadits ini shahih
diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Sa’id
Al-Khudri, dalam riwayat Abu Dawud dengan tambahan lafzad:
أَوْ «أَمِيرٍ
جَائِرٍ».
Atau “pemimpin
yang zhalim”. Dalam riwayat Al-Imam Ahmad dan Al-Nasai dengan lafadz:
«كَلِمَةُ حَقٍّ»
“Kalimat
yang benar”.
1.4 Bentuk-bentuk Nasehat
Nasehat terdiri dari dua bentuk; nasehat umum dan khusus.
Nasehat umum adalah nasehat yang bersifat terbuka untuk semua
orang yang pantas untuk dinasehati, yang bukan mengkhususkan kepada orang-orang
tertentu. Adapun nasehat khusus adalah kebalikan dari nasehat umum yaitu
nasehat yang bersifat untuk orang-orang tertentu, sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh orang yang memberi nasehat.
Dua bentuk nasehat tersebut terkadang saling memiliki
keterkaitan. Seseorang yang memberi nasehat untuk orang tertentu akan tetapi
bila nasehatnya bersifat umum maka nasehat tersebut boleh untuk disampaikan
kepada yang umum atau seseorang memberi nasehat khusus dan dia menginginkin
dari nasehat itu disebarkan untuk umum maka hal tersebut boleh untuk disebarkan
sebagaimana dalam hadits-hadits yang shahih Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam menasehati seorang atau sebagian shahabat kemudian mereka
sampaikan nasehat tersebut kepada yang lain.
BAB
II
TATA
CARA MENYAMPAIKAN NASEHAT
Orang-orang yang memberi nasehat perlu untuk mengetahui tata
cara dalam menyampaikan suatu nasehat dan perlu baginya mengetahui keadaan
orang yang akan dinasehati, dia perlu membedakan antara orang yang bodoh dengan
yang sudah memiliki ilmu, antara pemimpin dengan rakyat, antara kawan dan
lawan, semua itu ketentuannya dengan melihat keadaan.
Tidak dibenarkan bagi seseorang menyamakan dalam memberi
nasehat kecuali nasehat itu bersifat umum, sebagaimana perkataan Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam:
«إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ
الْحَدِيثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَنَافَسُوا وَلاَ
تَحَاسَدُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ
إِخْوَانًا».
“Hati-hatilah kalian dari berprasangka, karena prasangka adalah paling
dustanya perkataan; dan janganlah kalian saling membuat tipu daya, jangan kalian
saling memata-matai, jangan kalian saling mendengki, jangan kalian saling menghasadi, jangan saling membenci dan jangan
saling membelakangi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”. (HR.
Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Adapun bila nasehat tersebut bukan bersifat umum maka
tidak dibenarkan untuk menyamakannya, sekadar contoh; Orang bodoh dinasehati
dengan cara seperti menasehati orang-orang yang memiliki ilmu atau sebaliknya
maka cara seperti ini adalah keliru, semua tata cara dalam memberi nasehat
sudah dijelaskan dan sudah dipraktekan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam, di dalam “Ash-Shahihain” dari Anas bin Malik semoga
Allah meridhainya: Bahwasanya ada seseorang Arab Badui kencing di masjid
maka berdirilah sebagian shahabat (untuk mengingkarinya) maka Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam berkata:
«دَعُوهُ وَلاَ تُزْرِمُوهُ».
“Biarkan dia (menyelesaikan kencing)nya dan jangan kalian memutus (kencing)nya”. Maka
tatkala orang
badui tersebut selesai dari kencingnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan
untuk menuangkan seember air pada tempat yang dikencingi.
Hadits tersebut seringkali para
pengikut hawa nafsu menjadikannya sebagai senjata untuk menolak dan menentang
nasehat yang disampaikan kepada mereka, dengan alasan nasehat yang disampaikan
kepada mereka adalah nasehat yang kasar, keras dan tidak sopan. Mereka
menginginkan untuk diperlakukan seperti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam memperlakukan seorang Arab Badui tersebut, kalau begitu keadaannya
maka sungguh mereka telah memposisikan diri-diri mereka sebagai seorang badui yang
bodoh, akan tetapi sangat mengherankan ketika mereka dikatakan sebagai orang
bodoh mereka tidak mau dan tidak ridha.
Sebagai Patokan:
Di dalam “Ash-Shahihain” dari
Jabir –semoga Allah meridhainya- beliau berkata: Pernah Mu’adz shalat
bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian beliau datang
mengimami kaumnya, beliau shalat Isya bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam kemudian datang mengimami kaumnya, beliau mengimami kaumnya dengan
membaca surat Al-Baqarah maka berpalinglah seseorang, dia salam kemudian shalat
sendirian kemudian
berpaling maka orang-orang berkata kepadanya: Apakah kamu seorang munafiq wahai
Fulan? Dia menjawab: Tidak, demi
Allah sungguh aku akan mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
untuk memberitahukannya. Lalu dia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam dan berkata: Sesungguhnya kami bekerja pada siang hari dan Mu’adz
shalat Isya’ bersamamu kemudian datang dan mengimami kami dengan membaca surat
Al-Baqarah, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghadap
kepada Mu’adz lalu berkata:
«يَا مُعَاذُ أَفَتَّانٌ أَنْتَ اقْرَأْ بِكَذَا
وَاقْرَأْ بِكَذَا».
“Wahai
Mu’adz apakah kamu pembuat fitnah, baca (surat) ini dan baca (surat) itu”. Dalam suatu
riwayat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«اقْرَأْ: ﴿وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا﴾، ﴿وَالضُّحَى﴾، ﴿وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى﴾، وَ﴿سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ
الأَعْلَى﴾».
“Baca;
“Wasysyamsi Wadhuhahaa”, “Wadduha”, “Wallaili Idza Yaghsyaa” dan baca; “Sabbihisma
Rabbikal A’laa””.
Tidak diragukan lagi bahwa Mu’adz dan para shahabat Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam adalah orang yang paling diridhai oleh Allah dan
Rasul-Nya, mereka yang telah mewarisi ilmu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam namun dalam hadits tersebut Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
sangat marah kepada Mu’adz, padahal beliau adalah shahabat kepercayaan Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah
mengutusnya untuk keluar dakwah di Yaman dan di tempat yang lainnya. Maka bukan
suatu kesalahan pula bagi kami (Khidhir) memperingatkan saudara-saudara kami di
Indonesia dari mengikuti cara-cara hizbiyyun, yang mereka menamakan diri-diri
mereka dengan LJ (laskar jihad), yang mana mereka telah menyebarkan
berita-berita yang kemudian dicampur dengan kedustaan (parlente), yang
berita-berita tersebut mereka namai dengan “Maluku Hari Ini”, bahkan
suatu kesalahan besar bila kemudian berita yang ada di Darul Hadits Dammaj
dijadikan mirip seperti berita LJ, apalagi kalau dibuatkan pula tema atau judul
seperti “Liputan Dammaj” atau “Berita Dammaj”. Hanyalah
orang-orang yang berakal yang akan membuat suatu penilaian; Apakah nasehat yang
kami sampaikan kepada saudara-saudara kami di Indonesia itu benar-benar kasar,
keras dan tidak sopan ataukah komentator bodoh yang sok berlagak pembesar itu
yang ngawur dan tak karuan dalam bermanhaj???!!!.
Sebagai Bahan Perbandingan:
Dari Abu Waqid Al-Laitsi beliau berkata: Kami keluar
bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di sekitar Hunain, kami
melewati sebuah pohon, maka aku berkata: Ya Rasulullah jadikanlah kepada kami
pohon dzata anwath sebagaimana orang-orang kafir memiliki dzata
anwath, dan orang-orang kafir menggantungkan senjata-senjata mereka di
pohon tersebut dan mereka berdiam diri di sekelilingnya, maka Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam berkata:
«اللهُ أَكْبَرُ هَذَا كَمَا قَالَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ
لِمُوسَى: ﴿اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةً﴾ إِنَّكُمْ تَرْكَبُونَ سُنَنَ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ».
“Allahu
Akbar, ini seperti yang telah dikatakan oleh bani Israil kepada Musa:
“Jadikanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan”,
sesungguhnya kalian telah menumpangi jejak-jejak orang-orang sebelum kalian”. (Hadits ini
shahih, diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad, An-Nasai, Ibnu Hibban dan Abu Ya’la serta
At-Tirmidzi dan beliau berkata: Hadits ini adalah hasan shahih).
Kalau seseorang mengiktui perasaan orang yang bodoh dan berpemahaman
dangkal tersebut maka tentu dia akan menilai miring perkataan Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, apakah mereka akan menyatakan: Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam perkataannya tersebut memberi kesan persangkaan jelek
kepada para shahabatnya? Apakah ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam menasehati para shahabatnya dan memperingatkan mereka dari mengikuti
jejak Bani Israil seperti yang disebutkan itu adalah kasar, keras dan tidak
sopan?. Adapun bagi orang yang berakal sehat dan masih memiliki daya pikir
tentu akan mengatakan:
﴿لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ
يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ﴾ [الأحزاب: 21]
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagi kalian; (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat”. (Al-Ahzab:
21).
Seorang pemberi nasehat bila
terus membantah orang yang bodoh dan dangkal pemikiran dan pemahamannya seperti
orang tersebut maka tentu bantahannya tidak akan pernah selesai maka sangat
bagus perkataan dalam bahasa Inggris:
If the speak, than do not
answer
For
the best response for him is silence
Jika orang yang dangkal
pemahamannya tersebut atau yang semisalnya masih keras kepala dan congkak
dengan penjelasan yang ringkas dan padat ini maka cukuplah perkataan Nabi
Shalih ‘Alaihis Salam kepada kaumnya sebagai hujjah atas orang-orang
yang dangkal pemahamannya tersebut:
﴿فَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَقَالَ يَا قَوْمِ
لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالَةَ رَبِّي وَنَصَحْتُ لَكُمْ وَلَكِنْ لَا
تُحِبُّونَ النَّاصِحِينَ﴾
[الأعراف: 79]
“Maka dia (Shalih) meninggalkan mereka seraya berkata:
"Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Robbku,
dan aku telah memberi nasehat kepada kalian, akan tetapi kalian tidak menyukai
orang-orang yang memberi nasehat".
(Al-A’raf: 79).
BAB III
PERMAINAN DAN PEREMEHAN ORANG-ORANG
SESAT TERHADAP PARA PEMBERI NASEHAT
Disaat pemerintah RI (Republik Indonesia) pada tahun 1999
mulai melemah maka bangkitlah segerombolan pemberontak yang mereka menginginkan
kemerdekaan dan berlepas diri dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
mereka adalah gerombolan pemberontak yang beragama Kristen yang lebih dikenal
dengan RMS (Republik Maluku Sarani). Mereka menyadari bahwa upaya untuk meraih
kemerdekaan dan melepaskan diri dari NKRI tidak akan bisa terwujud melainkan
harus dengan cara memerangi dan mengusir kaum muslimin dari pulau Ambon dan
sekitarnya[4], pada
tahun tersebut mereka mulai bergerak lagi melanjutkan perjuangan bapak-bapak
mereka yang dahulunya diperangi oleh pemerintah RI, target dan sasaran utama
mereka adalah membantai kaum muslimin di pulau Ambon dan sekitarnya.
Ketika kaum muslimin sudah banyak yang mereka bantai maka
para penasehat memberikan nasehat untuk berjihad di Ambon, bertepatan dengan
itu bangkit pula para hizbiyyun yang dipelopori oleh Ja’far Umar Thalib,
Muhammad Umar As-Sewed, Usamah Faishal Mahri, Qomar Su’aidi, Dzul Akmal, Dzul
Qarnain, Ayip Syafrudin, Mushthafa, Agus Su’aidi, Shadiqun, Muhammad Afifudin serta kawan-kawan mereka,
mereka bergegas meminta fatwa ulama di Saudi Arabia[5], para
ulama pun menasehati mereka untuk berjihad ke Ambon dan
sekitarnya.
Dengan nasehat tersebut kemudian mereka jadikan sebagai
alasan untuk mendirikan kepemimpinan tersendiri[6]
(diluar kepemimpinan penguasa NKRI yang sah), mereka menamai diri-diri mereka
dengan FKAWJ (Forum Komunikasi Ahlussunnah wal Jama’ah), di bawah forum ini
kemudian dibentuk suatu pergerakan kemileteran yang mereka namai dengan LJ
(Laskar Jihad) Ahlussunnah wal Jama’ah, pemimpin pergerakan ini mereka nama
dengan “panglima” berdasarkan ide Ayip Syafrudin, dan mereka memilih sebagai
panglima adalah Ja’far Umar Thalib yang mereka anggap sebagai pembawa bendera
dakwah mereka yang sesat. Ketika mereka sudah meresmiskan
diri dan mulai melakukan pergerakan yang ditandai dengan demonstrasi
besar-besaran menuju istana merdeka Jakarta yang masing-masing mereka membawa
pedang yang siap untuk dihunuskan.
Ketika Luqman bin Muhammad Ba’abduh balik ke Indonesia
langsung disambut dan dia diberi posisi melebihi yang lainnya, setelah beberapa
bulan dia mengabdi di dalam pergerakan tersebut dan dianggap bagus kerjanya dia
pun naik pangkat menjadi wakil panglima LJ. Setelah mereka merasa memiliki
kekuatan mulailah mereka menerapkan hukum-hukum buatan mereka yang mereka kemas
dengan label “Al-Qur’an dan As-Sunnah”, mereka mulai melakukan rajam,
pembunuhan dan berbagai macam model penyiksaan berupa pemukulan, pematahan
tulang rusuk, penyetruman dan penganiayaan yang sadis lainnya; penyiksaan
tersebut dilakukan kepada pria maupun
wanita –semoga Allah membalas kejahatan mereka-[7].
Ketika pemerintah NKRI sudah mengalami perubahan dan
memiliki kekokohan seperti yang semula dan mereka berupaya untuk menangani
secara langsung terhadap kerusuhan yang terjadi di Ambon dan sekitarnya dengan
cara mengadakan perjanjian Malino maka bangkitlah wakil panglima LJ Luqman bin
Muhammad Ba’abduh dan laskar setianya memprovokasi kaum muslimin untuk
menentang kebijakan penguasa, ketika ada dari kaum muslimin menandatangi
perjanjian tersebut maka penjahat LJ langsung mendatangi rumah kediamannya dan
melakukan suatu kezhaliman –semoga Allah membalas kezhaliman mereka-.
Tidak diragukan lagi bahwa kaum Rofidhah adalah salah
satu dari kelompok-kelompok sesat yang kafir, yang paling pendusta, yang tidak
memiliki prikemanusiaan sama sekali. Mereka membuat makar dan menebar kedustaan
untuk menghancurkan Darul Hadits Salafiyyah di Dammaj-Sha’dah-Yaman, diluar
sangkaan ternyata penjahat-penjahat LJ semisal Abdul Ghafur asal Malang-Jawa
Timur dan komplotannya memiliki kesamaan ide dengan kaum Rofidhah dalam upaya
menjatuhkan nama baik Darul Hadits Salafiyyah Dammaj dan syaikhnya, Abdul
Ghafur Al-Malangi[8]
dan komplotannya –semoga Allah membutakan hati mereka dan menghinakan mereka-
berupaya menggambarkan keadaan Darul Hadits Salafiyyah di Dammaj seakan-akan
seperti keadaan mereka ketika berada dalam LJ dan forum komunikasi sesatnya, mereka
ingin menutupi kejahatan dan kesesatan mereka dengan cara melemparkannya kepada
pihak lain, Allah Ta’ala berkata:
﴿وَمَنْ يَكْسِبْ خَطِيئَةً أَوْ إِثْمًا ثُمَّ يَرْمِ بِهِ بَرِيئًا فَقَدِ
احْتَمَلَ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا﴾ [النساء: 112]
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa,
kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya dia
telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata”. (An-Nisa’: 112).
Cara licik dan
biadab seperti yang mereka lakukan itu sudah teranggap biasa di kalangan
mereka, bukti yang konkrit apa yang dilakukan oleh wakil panglima LJ Luqman bin
Muhammad Ba’baduh –semoga Allah membalas kejahatannya- dengan menulis
buku “Mereka Adalah Teroris”[9]
dalam keadaan dia sendiri seorang gembong teroris nasional, kejahatan dan
dosanya selama menjadi wakil panglim LJ dia diamkan dan tidak menyinggungnya
sama sekali, namun ketika melihat penjahat dan teroris yang semisalnya tampak
melakukan tindakan kejahatan secara terang-terangan, maka dia bergegas mencuci
tangan dan melemparkannya kepada penjahat-teroris yang semisalnya tersebut.
Diantara
kelicikan mereka; Setelah mereka melakukan kejahatan dan tindakan kriminal terhadap siapa
yang menyelisihi mereka, mereka bergegas melenyapkan bukti-bukti atau data-data
yang berkaitan dengan itu supaya tidak diketahui oleh aparat pemerintah. Bila ada yang mengetahui kejahatan dan tindakan kriminal mereka,
maka langsung mereka mendatangi dan memberikan ancaman bunuh bila orang
tersebut mau membongkar kasus mereka. Kami katakan: Kalau cara-cara seperti ini
tidak dikatakan sebagai cara gerombolan pemberontak semisal PKI maka kami tidak
tahu lagi lantas apa yang akan dikatakan kepada mereka?!!! Apakah kemudian
pantas orang-orang seperti mereka itu dijadikan rujukan dalam masalah agama???!
BAB IV
PENIPUAN TERHADAP PARA PEMBERI
NASEHAT
Setelah kita mengetahui penipuan terhadap para ulama dan
para pemberi nasehat yang dilakukan oleh gerombolan LJ maka perlu pula untuk
kita mengetahui keberadaan mereka, setelah mereka mengumumkan pembubaran LJ dan
forum komunikasinya. Ketika mereka sudah merasa bahwa kejahatan dan kebiadaban
mereka telah terahasiakan dan bukti-bukti sudah dilenyapkan maka beberapa tahun
kemudian mereka melakukan kejahatan lagi dalam bentuk dan model baru, karena
tindakan mereka dalam menerapkan hukum-hukum buatan mereka sendiri semisal
rajam dan penganiayaan sadis lainnya tidak disetujui oleh Syaikh kami
An-Nashihul Amin Yahya bin Ali Al-Hajuri –semoga Allah menjaganya- maka
mereka mulai memunculkan kejahatan baru dengan cara mengadu domba para penuntut
ilmu yang ada di Darul Hadits Dammaj, bertepatan dengan itu gembong hizbiyyah
Abdurrahman bin Mar’i Al-Adni menggagas makar baru terhadap Darul Hadits Dammaj
maka mantan wakil panglima LJ Luqman bin Muhammad Ba’abduh dan komplotannya
memberikan dukungan maksimal, serta mereka terus membuat kedustaan dan penipuan
untuk menjatuhkan nama baik Darul Hadits Dammaj dan syaikhnya sampai hari ini.
Cara mereka dalam kedustaan dan penipuan seperti itu
kemudian diikuti oleh para pengikutnya semisal Abu Afifah Husain yang mukim di
Cikarang, ketika seseorang menasehatinya untuk mengembalikan harta orang-orang
yang dia tipu, diapun menjawab dengan penipuan dan kedustaan pula, maka pada
kesempatan ini kami akan menjelaskan tentang keberadaan orang tersebut sebagai
perwujudan permintaan seseorang yang pernah pula ditipu oleh Abu Afifah Husain.
Abu Afifah –semoga Allah menghinakannya- adalah
salah seorang pekerja di PT. Indofood Cikarang yang nama aslinya Husen di
samping itu dia juga menjadi agen majalah hizbiyyah “Asy-Syari’ah” untuk
daerah Cikarang sekaligus dia memiliki bisnis dan membuka peluang pendaftaran
bagi yang mau belajar ke Yaman, dia bekerja sama dengan PT. At-Tarimi Jakarta,
ketika kami (Khidhir) dan beberapa kawan mau ke Yaman dan bertanya kepadanya
tentang prosedur pendaftaran ke PT. At-Tarimi tiba-tiba langsung dia memberi
respon untuk mendaftar kepadanya dengan janji bayar 18 (delapan belas) juta
rupiah sudah termasuk ongkos dari kota Shan’a ke Dammaj dan kalau Abu Salman[10] meminta
biaya ongkos dari Shan’a ke Dammaj maka uang akan kembali, setelah kami sampai di
Dammaj ternyata Abu Salman langsung menagih masing-masing 150 (seratus lima
puluh) dolar, sesuai dengan perjanjian maka kami langsung menghubungi Abu
Afifah untuk menggantikan uang tersebut, diapun berkata: “Iya, uangnya saya
sudah ambil di As-Segaf (pemilik PT. At-Tarimi) sebanyak 600 (enam ratus) dolar
untuk 4 (empat) orang (Ali Blora, Abdussalam, Umair dan kakaknya) dan saya akan
kirimkan beserta uang titipan dari bapaknya Ali Blora 400 (empat ratus) dolar”.
Ketika rombongan berikutnya datang ke Dammaj kami
menanyakan tentang uang tersebut ternyata jawaban mereka: Kami mampir di
Cikarang dan Abu Afifah tidak memberi titipan uang kepada kami, maka Ali Blora
menghubungi Abu Afifah kemudian Abu Afifah menjawab: “Uangnya sudah saya
titipkan ke Abu Abdillah ketika di bandara, dia mau ke Ma’bar”. Ali Blora
langsung menghubungi ke Ma’bar ternyata tidak ada yang mengaku bernama Abu
Abdillah dan tidak seorang pun mengaku mendapat titipan uang dari Abu Afifah,
lalu Ali Blora menghubungi Abu Afifah lagi maka jawabannya: “Abu Abdillah tidak
jadi ke Yaman, dia sudah di kampungnya dan uangnya dipakai oleh bapaknya untuk sawah”[11],
kemudian Abu Afifah mengatakan pada akhir kalimatnya: “Saya akan bertanggung
jawab atas uang kalian dan saya akan tetap kembalikan”. Dan uang tersebut
sampai sekarang tidak kembali sama sekali[12].
Dengan penipuan seperti itu kemudian Abul Hasan yang
merupakan da’i bayaran di Cikarang yang digunakan oleh Abu Afifah dan ketika di
Dammaj Abul Hasan ini membela Abu Afifah dan ikut menyebarkan alasan penipuan
dusta dari Abu Afifah tersebut. Sampai saat ini uang tersebut tidak
dikembalikan sama sekali melainkan hanya uang Abdussalam, dikarenakan dia
termasuk dari salah seorang da’i bayaran di Cikarang bersama Abul Hasan, hanya
saja Abul Hasan memiliki keunggulan hingga sampai diutus ke Dammaj. Kedua orang
tersebut ketika di Dammaj pun menjadi gelandangan hizbiyyah yang bersekongkol
dengan pengikut setia Abu Abayah, namun bila ditanya maka dia menjawab: “Abu
Abayah salah dan Luqman Ba’abduh adalah hizbi”, ternyata tiba-tiba kabur sebagaimana
kawan-kawannya semisal Shalahudin, Abdul Halim, Ridho dan Ali Klaten serta
komplotannya.
BAB
VI
NASEHAT
TERHADAP ORANG-ORANG YANG BERTANYA TENTANG TAUBAT DARI BEBRUAT KEJAHATAN
Telah banyak
mengeluh dari sebagian orang-orang yang tertipu dengan penampilan da’i-da’i LJ
yang pada akhirnya mereka ikut terlibat sebagai anggota LJ disebabkan
kepandaian da’i-da’i LJ dalam memberikan orator dan penipuan sehingga mereka
terbawa dan ikut meramaikan pergerakan LJ, maka apakah mereka dihukumi pula
seperti para pentolan dan para da’i-da’i LJ? Maka tentu jawabannya cukup dengan
perkataan Allah Ta’ala:
﴿ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ
بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ
بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ﴾ [النحل: 119]
“Kemudian, sesungguhnya Robbmu (mengampuni) bagi
orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka
bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), sesungguhnya Robbmu sesudah
itu benar-benar Al-Ghafur (Maha Pengampun) lagi Ar-Rahim (Maha Penyayang)”. (An-Nahl: 119).
Dari ayat
tersebut sangat jelas syarat dalam bertaubat diantaranya; dengan memperbaiki
diri, bukan dengan cara-cara yang dilakukan oleh sebagian mantan-mantan LJ yang
kentara fanatiknya semisal Abdul Ghafur Al-Malingi dan komplotannya, hanya
sekedar teriak taubat; kami taubat dari LJ kemudian mereka merasa seakan-akan
sudah naik pangkat menjadi imam jarh wat ta’dil. Kalaupun mereka
mengatakan: Kami sudah memperbaiki diri! Maka kami tanyakan mana buktinya??!!!
Kalaupun setelah mereka menyatakan taubat kemudian memperbaiki diri dengan cara
berangkat ke markiz para ulama, maka di markiz para ulama pun mereka tidak ada
bedanya seperti sebelumnya, bahkan bertambah jelek dan rusak, sekedar contoh
Abu Salman alias Abu Abayah, Ayip Syafrudin, Mukhtar dan Muhammad Afifudin
serta komplotannya. Itu yang ke markiz para ulama lalu bagaimana dengan yang
tidak ke markiz para ulama setelah mereka menyataan bubar dari LJ seperti
Luqman bin Muhammad Ba’abduh, Usamah Mahri, Qomar Su’aidi, Agus Su’aidi,
Shadiqun dan Ahmad Khadim serta komplotannya???!!!.
Perkara tersebut
hanya masalah memperbaiki diri, lantas bagaimana dengan syarat berikutnya yaitu
membuat penjelasan atau menjelaskan tentang penyimpangan yang pernah dilakukan
oleh gerombolan LJ?! Allah Ta’ala berkata:
﴿إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا
فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ﴾ [البقرة: 160]
“Kecuali orang-orang yang telah bertaubat dan mengadakan
perbaikan serta membuat penjelasan maka mereka itulah Aku menerima taubatnya
dan Akulah At-Tawwab (Yang Maha menerima taubat) lagi Ar-Rahim (Maha Penyayang)”. (Al-Baqarah: 160).
Kalaulah
mantan-mantan LJ, baik da’i-da’i-nya atau para anggotanya mengaku sudah
bertaubat dari LJ maka itu memerlukan pembuktian, karena kenyataannya pada
sekarang ini masih terlihat pada diri-diri mereka masih menjalankan cara-cara
LJ –kecuali sebagian kecil yang dirahmati oleh Allah-, diantara cara-cara
mereka adalah:
ü Kedustaan; baik itu kedustaan atas
nama ulama atau kedustaan atas nama dakwah serta penebaran berita-berita dusta
di tengah-tengah umat dengan alasan kemaslahatan dakwah atau menolong
orang-orang yang terzhalimi.
ü Penipuan; baik itu penipuan terhadap
orang yang mereka dakwahi atau penipuan terhadap publik, sebagaimana yang
dilakukan oleh antek-antek LJ yang menggunakan nama samaran semisal Abu Umar
bin Abdul Hamid, Abu Mahfudz Ali bin Adam, Abdullah bin Abdirrahman, atau
penipuan dengan menggunakan nama jelas akan tetapi dibumbui dengan
kedustaan-kedustaan semisal Abdul Ghafur Al-Malingi, Alimudin dan yang semisal
mereka, atau penipuan yang lebih halus dari itu semua adalah penipuan yang
dilakukan oleh mantan wakil panglim LJ Luqman bin Muhammad Ba’abduh dalam
bukunya “MEREKA ADALAH TERORIS” yang sesungguhnya dialah sendiri pentolan
terorisnya.
ü Membentuk kepemimpinan tersendiri, yang mereka nama
dengan mas’ul ‘am, dan ini terjadi ketika mereka belajar di
markiz-markiz para ulama.
ü Berloyalitas dengan cara yang
sempit, siapa yang tidak mencocoki mereka atau tidak mengikuti kemauan mereka
maka dianggap sebagai musuh.
ü Suka memanfaatkan kepemilikan dakwah
daripada menggunakan kepemilikannya sendiri.
ü Mencari muka di hadapan para ulama.
ü Gila dengan rekomendasi.
ü Tindak kekerasan berupa ancaman,
pemukulan dan pengusiran.
ü Berbuat dulu baru kemudian bertanya
kepada ahli ilmu.
ü Mencari dukungan dan merengrut pengikut.
ü Bangga dan kagum dengan apa yang ada
pada diri mereka sendiri.
ü Minta-minta atas nama dakwah.
ü Memanfaatkan para pelaku dosa besar
semisal pelaku homoseks dan fre seex pada urusan dakwah, bila
para pelaku dosa besar tersebut menyelisihi mereka dalam suatu urusan mereka,
maka mereka langsung dibongkar aib-aibnya.
ü Bermudah-mudahan dalam masalah utang
atas nama dakwah.
ü Menganggap nasehat sebagai makar dan
pemberi nasehat dianggap sebagai musuh.
[1] “Cukuplah bagi
seseorang sebagai pendusta bila dia menceritakan setiap apa yang dia dengar”. (HR. Muslim dalam “Muqaddimah Shahihnya” dari Abu Hurairah,
di dalam jalur periwayatannya terdapat cacat, diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dalam
“Sunannya” dari Abu Hurairah dengan lafadz:
«كَفَى
بِالْمَرْءِ إِثْمًا…..».
“Cukuplah seseorang sebagai pembuat
dosa…..”, diriwayatkan pula oleh Al-Imam Al-Bukhari
dalam “Al-Adabul Mufrad” yang jalur periwayatannya bersambung sampai
kepada ‘Umar bin Al-Khaththab dengan lafadz:
«حسب
امرئ من الكذب…..».
“Cukuplah bagi seseorang dari
kedustaan….” ).
Dengan pemaparan tersebut
maka pantas untuk dijadikan hujjah, Wallahu A’la wa A’lam.
[2] LJ (laskar jihad) adalah salah satu pergerakan
yang diatasnamakan dakwah ahlussunnah wal jama’ah yang dipimpin oleh panglima
Ja’far Umar Thalib dan wakil panglima Luqman bin Muhammad Baabduh. Bagaimana
pun bentuk dari pengakuan dan pengatasnamaan
mereka kepada ahlussunnah wal jama’ah kalau mereka menyelisihi Al-Qur’an
dan As-Sunnah maka tidaklah memiliki arti sama sekali, bahkan kenyataannya
mereka itulah hizbiyyun yang berupaya untuk menghancurkan dakwah ahlussunnah
wal jama’ah. Nama ahlussunnah wal jama’ah akan tetap harum di mata umat, berkata
penyair:
كلٌ يدعي وصلاًً بليلى وليلى لا تقرّ لهم
بذاك
Semua orang
mengaku memiliki hubungan dengan Laila
Namun
Laila tidak mengakui (tidak merasa memiliki hubungan) dengan mereka
(Lihat
buku “HARAPAN PEMBIMBING, HABIS GELAP TERBITLAH TERANG”).
[3] “Ya shabahah” adalah suatu seruan atau
komando dari seorang komandan kepada pasukannya untuk menghadang pasukan musuh.
[4] Kejadian ini sama dengan kejadian yang ada di
propinsi Sho’dah-Yaman, ketika pemerintah Yaman sudah mulai melemah maka
bangkitlah segerombolan pemberontak yang lebih dikenal dengan kaum “Rofidhah”
atau yang terkenal pada zaman ini dengan nama “Khutsi”, mereka menginginkan
untuk berlepas diri dari negara Republik Yaman, karena mereka menyadari bahwa
mereka tidak bisa merdeka melainkan Darul Hadits Dammaj harus diperangi dan
diusir para penduduknya.
[5] Orang yang mengetahui kejadian yang sebenarnya
bila mendengarkan laporan mereka kepada ulama tentang keadaan yang terjadi
tentu akan terheran-heran dan langsung mengkingkarinya, sebagaimana pula pernah
kami mendengarkan langsung dari salah seorang mantan LJ, yang prilaku LJ-nya
masih membekas pada dirinya, dia berkata kepada salah seorang dari ulama: “Kami
dulu ketika jihad ke Ambon kami bersama pemerintah”.
Orang yang
mengetahui keadaan yang sebenarnya tentu akan mengingkari pengakuan dusta
seperti ini.
[6] Model kepemimpinan seperti ini juga sering
dipraktekan oleh sebagian orang dari negara tertentu yang mereka belajar di
markiz-markiz para ulama, mereka mengangkat seorang pemimpin yang mereka namai
dengan mas’ul (penanggung jawab) umum negara mereka. Bila ada dari
sebagian penuntut ilmu asal negara tersebut mengadakan kegiatan dakwah berupa daurah masyayikh di negaranya atau
berdakwah lewat tulisan kemudian dikirimkan ke negrinya maka orang yang
dianggap atau merasa diri sebagai mas’ul tersebut tidak terima kecuali harus
melalui izin atau pengetahuannya, walaupun syaikh markiz telah memberikan izin
dan rekomendasi. Begitu pula ketika ada kepemilikan dakwah dipegang oleh seseorang,
sedangkan orang tersebut tidak sependapat dengan orang yang merasa dirinya
sebagai mas’ul dalam perkara tentu maka orang yang merasa sebagai mas’ul
tersebut membuat opini untuk merampas kepemilikan dakwah yang sudah
dipegang oleh orang tersebut, dengan alasan karena dia mas’ul umum yang
lebih berhak untuk memberikannya kepada yang lain, padahal kepemilikan dakwah
tersebut diberikan dari pihak lain.
[7] Dengan kejahatan dan dosa yang begitu besar
dan mengerikan itu namun tidaklah membuat mereka untuk sadar dan mau
memperbaiki diri bahkan mereka senantiasa memupuk dosa sehingga dosa berbuah
dosa.
[8] Lebih pantas dia dinamakan dengan Abdul Ghafur Al-Malingi karena suka mencuri-curi berita kemudian disebarkan
dengan dibumbui banyak kedustaan –semoga Allah menghinakannnya-, dia
sama dengan dua orang pendusta yaitu Anwar Pincang asal Sumatra dan Ibrahim Gas
asal Kalimantan yang keduanya kabur dari Darul Hadits Salafiyyah Dammaj di
waktu kaum teroris-Rafidhah mengepung Darul Hadits Salafiyyah Dammaj, yang kemudian
kedua orang tersebut menebarkan berita dusta supaya mendapatkan kasihan dan
perlindungan –semoga Allah menjauhkan mereka dari kebaikan dan menjerumuskan
mereka ke dalam kebinasaan-.
[9] Adapun buku “Mereka Adalah Teroris” maka
itu hanyalah bentuk dari mencari muka di hadapan penguasa dan pura-pura
menampakan ketaatan kepada penguasa namun lihat bila penguasa sudah mengalami
kelemahan maka akan tampak keadaan mereka yang sesungguhnya sebagaimana telah
terjadi di awal pembentukan LJ dan forum komunikasinya. Dan terlihat pula
perbuatan seperti mereka itu, telah terjadi di Negara Republik Yaman, ketika
penguasa Yaman terlihat memiliki kekokohan mereka berlomba-lomba menyerukan
ketaatan kepada penguasa namun ketika penguasa Yaman melemah seperti yang sekarang
ini, maka mereka bergegas melepaskan diri dari ketaatan dan mereka menyerukan
untuk sama-sama memusuhi Darul Hadits Salafiyyah Dammaj karena ahlussunnah wal
jama’ah yang ada di Darul Hadits Salafiyyah Dammaj senatiasa mentaati penguasa
muslim dalam senang maupun dalam keadaan susah.
Dan permusuhan mereka
terhadap Darul Hadits Salafiyyah Dammaj sangat jelas diantaranya menebarkan
kedustaan terhadap Darul Hadits Salafiyyah Dammaj, berupaya keras
memperingatkan para penuntut ilmu untuk tidak ke Dammaj, memerintahkan para
penuntut ilmu yang ada di Dammaj untuk meninggalkan Dammaj dan memusuhi siapa
saja yang membela Darul Hadits Salafiyyah Dammaj, mereka memiliki kesamaan visi
dengan kaum pemberontak teroris-Rafidhah –semoga Allah membinasakan mereka-.
[10] Dia namanya adalah Musthafa, nama panggilannya
La Tapa. Dia termasuk salah satu dari da’i-da’i LJ, ketika gembong hizbi Abu
Taubah diusir dari Dammaj maka Abu Salman langsung menempati posisinya sebagai
pengurus pencarian sopir untuk menjemput orang-orang Indonesia yang mau ke
Dammaj. Ketika dia sudah berprofesi seperti itu keadaannya pun berubah total,
agamanya semakin terkikis, dunianya semakin mewah, bukan main setiap rombongan
datang dia langsung mendapatkan jutaan rupiah, hanya bermodal telpon dan sms.
Karena
perbuatan seperti itu, maka ada dari kawan-kawan kami berupaya untuk menangani urusan penjemputan
dan pencarian sopir secara gratis, melainkan hanya untuk membayar sopir, maka kawan-kawan kami langsung
menjalankan tekadnya dengan tanpa sepengetahuan Abu Salman. Ketika itu datang
rombongan baru dengan ketua rombongan Abu Mas’ud Syamsul, lalu Abu Salman
bergegas mencari Abu Mas’ud dan bertemu di depan WC umum Darul Hadits Dammaj,
Abu Mas’ud berkata kepadanya: Kami sudah bayar ke sopir, masing-masing kami
membayar hanya 50 (lima puluh) dolar, tiba-tiba Abu Salman berkata: “Wah
musibah”.
Tidaklah dia mengatakan
“musibah” melainkan karena dia sudah tidak lagi mendapatkan 100 (seratus) dolar
dari setiap orang yang baru datang. Begitulah orang kalau sudah buta mata
hatinya, tidak berhasil berbuat dosa dianggap sebagai musibah –kami
berlindung kepada Allah dari ketergelinciran dan kesesatan-.
Tidak lama setelah kejadian
itu Abu Salman rencana untuk kabur dari Darul Hadits Dammaj dengan memulai
mengirim puluhan gardusnya yang berisi kitab-kitabnya ke Shana’a, di
pertengahan jalan semua kitab-kitabnya dirampas oleh kaum Rofidhan dan dibakar
habis. Tidak lama kemudian dia mengakhiri studinya di Darul Hadits Salafiyyah
Dammaj dengan memakai pakaian wanita (jilbab hitam plus cadar) di malam
hari pada bulan suci Ramadhan, mungkin dia mengira bahwa pakaian itu adalah
pakaian para wisudawan karena warnanya juga hitam, akhirnya dia pun bernasib
seperti Abu Taubah yang diusir dari Darul Hadits Salafiyyah Dammaj, hanya saja
Abu Salman memiliki kelebihan dengan mendapatkan gelar Abu Abayah.
[11] Dari sini tampak sekali kedustaan Abu Afifah
dan permainan serta penipuannya –semoga Allah menjadikan kehidupannya sempit
dan menjadikan segala urusannya bertambah sulit-
[12] Bagaimana bisa kembali sedangkan Abu Afifah
memiliki utang puluhan juta atas nama dakwah hizbiyyah-nya mereka di Cikarang,
tidak punya modal berani memesan tanah . ketika kami di Cikarang tiba-tiba pemilik
tanah datang menagih harga tanahnya yang belum terlunasi sebanyak puluhan juta
maka Abu Afifah pusing setengah mati sambil berkata: “Beginilah hidup kalau
tanpa masalah kurang enak rasanya”, anehnya ketika kami sampai di Dammaj
tiba-tiba kami dikabarin di Cikarang sudah dibangun masjid yang nantinya
sebagai tempat Abul Hasan kalau sudah pulang dari Dammaj –kata mereka-.