Ketahuilah wahai saudaraku seiman, bahwa bumi yang kita tempati ini
berbentuk bulat menurut kesepakatan para ulama. Hal ini mereka nyatakan
jauh-jauh hari sebelum para ilmuwan barat menyatakan hal ini. Berkata
Imam Ibnu Hazm dalam Al-Fishal fil Milal wan Nihal (2/97) : Pasal
penjelasan tentang bulatnya bumi. Tidak ada satupun dari ulama kaum
muslimin semoga Allah meridlai mereka- yang mengingkari bahwa bumi itu
bulat, dan tidak dijumpai bantahan atau satu kalimat pun dari salah
seorang dari mereka, bahkan al-Quran dan as-Sunnah telah menguatkan
tentang bulatnya bumi.
Hal senada pernah dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dengan menukil perkataan Imam Abul Husain Ahmad bin Jafar bin Munadi salah seorang ulama Hanabillah yang sangat masyhur di zamannya- berkata : Demikianlah juga para ulama sepakat bahwasanya bumi dengan segala gerakannya, baik di darat maupun di laut itu bulat [Lihat Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 25/159] Dan Syaikhul Islam pun menukil adanya ijma para ulama mengenai hal ini dari Imam Ibnu Hazm dan Abul Faraj Ibnul Jauzi. [Lihat Majmu Fatawa 6/586]
Berkata Imam Ibnu Hazm : Kita katakan kepada orang yang tidak memahami masalah ini : Bukankah Allah mewajikan kepada kita untuk shalat Dzuhur apabila matahari telah bergeser ke arah barat (zawal)? Pasti dia akan menjawab : Ya. Lalu tanyakan kepadanya tentang makna bergesernya matahari ke arah barat, pasti jawabannya adalah bahwa matahari telah berpindah dari tempat pertengahan jarak antara waktu terbitnya dengan waktu tenggelamnya, dan ini terjadi di semua waktu dan semua tempat. Maka orang yang mengatakan bahwa bumi itu datar dan tidak bulat dia harus mengatakan bahwa orang yang tinggal di daerah bumi paling timur harus shalat Dhuhur saat matahari barusan terbit, juga orang yang tinggal di daerah paling barat tidak menjalankan shalat Dhuhur kecuali di pengunjung siang dan ini adalah sesuatu yang sudah keluar dari ketetapan syariat Islam [Lihat Al-Fishal 2/87 dengan diringkas)
Adapun firman Allah. Artinya : Dan bumi bagaimana dihamparkan? {Al-Ghasyiyah [88] : 20] Ayat ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa bumi itu datar, karena sebuah benda yang bulat kalau semakin besar, maka akan semakin tidak kelihatan bulatnya dan akan nampak seperti datar. [Lihat Hidayatul Hairan Fi Masalatid Daurah oleh Syaikh Abdul karim Al-Humaid hal. 56]
Berkata Syaikh Bin Baz : Keberadaan bumi itu bulat tidak bertentangan dengan bahwa permukaan bumi itu datar yang layak untuk dijadikan tempat tinggal, sebagaimana firman Allah Taala. Artinya : Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan [Al-Baqarah [2] ; 22]
Juga firmanNya. Artinya : Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai pasak? [An-Naba [78] : 6-7] Artinya : Dan bumi bagaimana dihamparkan ? [Al-Ghasyiyah [88] : 20]
Kesimpulannya, bumi itu bentuknya bulat namun permukaannya datar agar bisa dijadikan tempat tinggal dan dimanfaatkan oleh manusia. Dan saya tidak menemukan dalil naqli dan hissi yang menentang masalah ini [Lihat Al-Adilah An-Naqliyah wal Hissiyah oleh Syaikh Ibnu Baz hal. 103]
LANGITPUN BULAT
Adapun mengenai keberadaan bahwa langit itu bulat, maka ini pun sesuatu yang telah disepakati oleh para ulama Islam. Berkata Imam Ibnu Katsir : Imam Ibnu Hazm, Ibnul Munadi dan Ibnu Jauzi serta para ulama lainnya telah menukil adanya ijma bahwa langit itu bulat [Lihat Al-bidayah wan Nihayah 1/69 tahqiq DR Abdullah At-Turki, lihat juga Al-Fishal 1/97-100]
Dan ini pula yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : Telah kami jelaskan bahwa langit itu bulat menurut para ulama dari kalangan sahabat dan tabiain, bahkan tidak hanya satu orang ulama yang mana mereka adalah orang paling mengetahui tentang riwayat menyatakan bahwa langit itu bulat, seperti Abul Husain bin Munadi, Ibnu Hazm dan Ibnul Jauzi [Majmu Fatawa 25/195]
Dalil mengenai masalah ini sangat banyak, di antaranya adalah firman Allah Artinya : Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya [Yasin [36] : 40] Berkata Hasan Al-Bashri bahwa maksudnya adalah berputar, berkata Ibnu Abbas : Berputar pada falak seperti falkah mighzal Falkah mighzal adalah kayu berbentuk bulat yang digunakan untuk menenun kain. Juga firman Allah. Artinya : Dan Kami jadikan langit itu sebagai atap yang terjaga [Al-Anbiya : [21] : 32]
Keberadaan langit sebagai atap bumi, sedangkan bumi itu bulat maka langit pun bulat. Berkata Syaikhul Islam ibnu Taimiyah : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhabarkan bhawa Arsy itu seperti kubah, dan ini adalah sebuay isyarat bahwa langit itu bulat”. Kemudian setelah ini, pahamilah wahai saudaraku, bahwa bumi kita ini adalah pusat alam semesta. Dia berada persis di tengah-tengah lingkaran langit. Hal ini adalah sesuatu yang disepakati oleh para ulama sebagaimana dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam beberapa tempat dalam Majmu Fatawa beliau. Beliau berkata : “Bahwasanya bumi terletak di tengah bulatan langit. Yang menunjukkan hal ini adalah bahwasanya semua benda langit itu terlihat dari bumi di segala penjuru langit dalam jarak yang sama, ini semua menunjukkan bahwa jauhnya antara bumi dan langit itu sama dari segala sisi, dan ini dengan tegas menunjukkan bahwa bumi itu terletak persis di tengah-tengah” [Lihat Majmu Fatawa 25/195]
Hal senada pernah dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dengan menukil perkataan Imam Abul Husain Ahmad bin Jafar bin Munadi salah seorang ulama Hanabillah yang sangat masyhur di zamannya- berkata : Demikianlah juga para ulama sepakat bahwasanya bumi dengan segala gerakannya, baik di darat maupun di laut itu bulat [Lihat Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 25/159] Dan Syaikhul Islam pun menukil adanya ijma para ulama mengenai hal ini dari Imam Ibnu Hazm dan Abul Faraj Ibnul Jauzi. [Lihat Majmu Fatawa 6/586]
Berkata Imam Ibnu Hazm : Kita katakan kepada orang yang tidak memahami masalah ini : Bukankah Allah mewajikan kepada kita untuk shalat Dzuhur apabila matahari telah bergeser ke arah barat (zawal)? Pasti dia akan menjawab : Ya. Lalu tanyakan kepadanya tentang makna bergesernya matahari ke arah barat, pasti jawabannya adalah bahwa matahari telah berpindah dari tempat pertengahan jarak antara waktu terbitnya dengan waktu tenggelamnya, dan ini terjadi di semua waktu dan semua tempat. Maka orang yang mengatakan bahwa bumi itu datar dan tidak bulat dia harus mengatakan bahwa orang yang tinggal di daerah bumi paling timur harus shalat Dhuhur saat matahari barusan terbit, juga orang yang tinggal di daerah paling barat tidak menjalankan shalat Dhuhur kecuali di pengunjung siang dan ini adalah sesuatu yang sudah keluar dari ketetapan syariat Islam [Lihat Al-Fishal 2/87 dengan diringkas)
Adapun firman Allah. Artinya : Dan bumi bagaimana dihamparkan? {Al-Ghasyiyah [88] : 20] Ayat ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa bumi itu datar, karena sebuah benda yang bulat kalau semakin besar, maka akan semakin tidak kelihatan bulatnya dan akan nampak seperti datar. [Lihat Hidayatul Hairan Fi Masalatid Daurah oleh Syaikh Abdul karim Al-Humaid hal. 56]
Berkata Syaikh Bin Baz : Keberadaan bumi itu bulat tidak bertentangan dengan bahwa permukaan bumi itu datar yang layak untuk dijadikan tempat tinggal, sebagaimana firman Allah Taala. Artinya : Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan [Al-Baqarah [2] ; 22]
Juga firmanNya. Artinya : Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai pasak? [An-Naba [78] : 6-7] Artinya : Dan bumi bagaimana dihamparkan ? [Al-Ghasyiyah [88] : 20]
Kesimpulannya, bumi itu bentuknya bulat namun permukaannya datar agar bisa dijadikan tempat tinggal dan dimanfaatkan oleh manusia. Dan saya tidak menemukan dalil naqli dan hissi yang menentang masalah ini [Lihat Al-Adilah An-Naqliyah wal Hissiyah oleh Syaikh Ibnu Baz hal. 103]
LANGITPUN BULAT
Adapun mengenai keberadaan bahwa langit itu bulat, maka ini pun sesuatu yang telah disepakati oleh para ulama Islam. Berkata Imam Ibnu Katsir : Imam Ibnu Hazm, Ibnul Munadi dan Ibnu Jauzi serta para ulama lainnya telah menukil adanya ijma bahwa langit itu bulat [Lihat Al-bidayah wan Nihayah 1/69 tahqiq DR Abdullah At-Turki, lihat juga Al-Fishal 1/97-100]
Dan ini pula yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : Telah kami jelaskan bahwa langit itu bulat menurut para ulama dari kalangan sahabat dan tabiain, bahkan tidak hanya satu orang ulama yang mana mereka adalah orang paling mengetahui tentang riwayat menyatakan bahwa langit itu bulat, seperti Abul Husain bin Munadi, Ibnu Hazm dan Ibnul Jauzi [Majmu Fatawa 25/195]
Dalil mengenai masalah ini sangat banyak, di antaranya adalah firman Allah Artinya : Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya [Yasin [36] : 40] Berkata Hasan Al-Bashri bahwa maksudnya adalah berputar, berkata Ibnu Abbas : Berputar pada falak seperti falkah mighzal Falkah mighzal adalah kayu berbentuk bulat yang digunakan untuk menenun kain. Juga firman Allah. Artinya : Dan Kami jadikan langit itu sebagai atap yang terjaga [Al-Anbiya : [21] : 32]
Keberadaan langit sebagai atap bumi, sedangkan bumi itu bulat maka langit pun bulat. Berkata Syaikhul Islam ibnu Taimiyah : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhabarkan bhawa Arsy itu seperti kubah, dan ini adalah sebuay isyarat bahwa langit itu bulat”. Kemudian setelah ini, pahamilah wahai saudaraku, bahwa bumi kita ini adalah pusat alam semesta. Dia berada persis di tengah-tengah lingkaran langit. Hal ini adalah sesuatu yang disepakati oleh para ulama sebagaimana dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam beberapa tempat dalam Majmu Fatawa beliau. Beliau berkata : “Bahwasanya bumi terletak di tengah bulatan langit. Yang menunjukkan hal ini adalah bahwasanya semua benda langit itu terlihat dari bumi di segala penjuru langit dalam jarak yang sama, ini semua menunjukkan bahwa jauhnya antara bumi dan langit itu sama dari segala sisi, dan ini dengan tegas menunjukkan bahwa bumi itu terletak persis di tengah-tengah” [Lihat Majmu Fatawa 25/195]
Sujudnya Matahari
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ أَنَّ اْلنَّبِيَّ قَالَ يَوْمًا : أَتَدْرُوْنَ أَيْنَ تَذْهَبُ هَذِهِ اْلشَّمْسُ؟ قَالُوْا: اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: إِنَّ هَذِهِ تَجْرِيْ حَتىَّ تَنْتَهِيَ إِلىَ مُسْتَقَرِّهَا تَحْتَ اْلعَرْشِ, فَتَخِرَّ سَاجِدَةً, فَلاَ تَزَالُ كَذَالِكَ حَتىَّ يُقَالَ لَهَا: اِرْتَفِعِيْ, اِرْجِعِيْ مِنْ حَيْثُ جِئْتِ فَتَرْجِعُ, فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَطْلِعِهَا, ثُمَّ تَجْرِيْ لاَ يَسْتَنْكِرُهَا اْلنَّاسُ مِنْهَا شَيْئًا حَتىَّ تَنْتَهِيَ عَلىَ مُسْتَقَرِّهَا ذَلِكَ تَحْتَ اْلعَرْشِ فَيُقَالُ لَهَا: اِرْتَفِعِيْ, أَصْبِحِيْ طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِكِ, فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِِهَا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ: أَتَدْرُوْنَ مَتىَ ذَاكُمْ؟ ذَاكَ حِيْنَ (لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ ءَامَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِيْ إِيْمَانِهَا خَيْرًا) (الأنعام: 158)
Dari Abu Dzar bahwa pada suatu hari Nabi shollAllohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Tahukah kalian ke manakah matahari ini pergi?”
Mereka berkata,
“Alloh dan rosul-Nya lebih mengetahui?”
Beliau bersabda,
“Sesungguhnya matahari ini berjalan sehingga sampai ke tempat peredarannya di bawah Arsy, lalu dia bersujud. Dia tetap selalu seperti itu sehingga dikatakan kepadanya: ‘Bangunlah! Kembalilah seperti semula engkau datang’, maka dia pun kembali dan terbit dari tempat terbitnya, kemudian dia berjalan sehingga sampai ke tempat peredarannya di bawah Arsy, lalu dia bersujud.
Dia tetap selalu seperti itu sehingga dikatakan kepadanya: ‘Bangunlah! Kembalilah seperti semula engkau datang’, maka dia pun kembali dan terbit dari tempat terbitnya, kemudian berjalan sedangkan manusia tidak menganggapnya aneh sedikitpun darinya sehingga sampai ke tempat peredarannya di bawah Arsy,
lalu dikatakan padanya: ‘Bangunlah, terbitlah dari arah barat’, maka dia pun terbit dari barat.”
rosulullah shollAllohu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya),
“Tahukah kalian kapan hal itu terjadi?
Hal itu terjadi ketika tidak bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu atau dia belum mengusahakan kebaikan dalam masa imannya.”
Takhrij Hadits
Diriwayatkan oleh Bukhari 4802,3199,7424,7433, Muslim 159 -dan ini lafazhnya, Ath-Thayyalisi dalam Musnadnya 460, Ahmad dalam Musnadnya 5/145,152,165,177, Abu Dawud 4002, Tirmidzi 3227, Nasa’i dalam Sunan Kubro 11430, Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah 4292, 4293, dan lain sebagainya. Seluruhnya dari jalur Ibrohim bin Yazid at-Taimi dari ayahnya dari Abu Dzar .
Abu Isa At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shohih.” Al-Baghawi berkata, “Hadits shohih menurut syarot Muslim.” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir, surot Yasin:38 dan Silsilah ash-shohihah 2403, Al-Albani.]
Ibnul Arobi berkata, “Ada suatu kaum yang mengingkari sujudnya matahari padahal hal itu adalah shohih dan mungkin saja.”[Fathul Bari 6/299]
Sungguh mengheronkan!! Bagaimana mereka mengingkari sujudnya matahari? Tidakkah mereka membaca firman Alloh (yang artinya):
Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Alloh bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata, dan sebagian besar daripada manusia(QS.Al-Hajj:18)
Mungkin timbul pertanyaan: Kalau matahari sujud, lantas bagaimana sujudnya?
Imam Nawawi berkata, “Adapun sujudnya matahari, maka hal itu dengan perbedaan yang diciptakan Alloh baginya.” [Syarh shohih Muslim 2/197]
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata, “Setiap makhluk sujud karena keagungan Alloh baik suka maupun terpaksa. Dan sujudnya segala sesuatu itu berbeda-beda sesuai dengan pribadinya masing-masing.” [Tafsir Al-Qur’an al-Azhim 5/398]
Al-Kaththabi berkata, “Dalam hadits ini terdapat informasi bahwa matahari sujud di bawah Arsy. Hal itu tidak mustahil bisa terjadi ketika dia melewati Arsy dalam peredaronnya.”[Syarh Sunnah 15/95-96, al-Baghawi]
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata, “Seluruh makhluk bersujud dan bertasbih kepada Alloh dengan tasbih dan sujud yang diketahui Alloh sekalipun kita tidak mengerti dan mengetahuinya.” [Majmu` Fatawa wa Maqolat 8/295]
Syaikh Muhammad bin sholih al-Utsaimin, “Hadits ini menunjukkan bahwa makna (لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا) adalah tempat peredaron, karena dia sujud di bawah Arsy. Kita tidak mengetahui bagaimana sifat sujudnya, sebab matahari tidak sama seperti manusia sehingga sujudnya bisa disetarokan dengan sujudnya manusia, bahkan dia adalah makhluk yang lebih besar. Oleh karena itu, janganlah muncul pertanyaan kepada kita: Apakah matahari sujud sambil berjalan ataukah berhenti dahulu? Bagaimana matahari sujud dan meminta izin kepada Alloh sedangkan dia terus berjalan dalam orbitnya?!!” [Tafsir Surot Yasin hal.137]
Syaikh Abdur rohman al-Mu`allimi berkata, “Bagaimanapun sifat sujudnya matahari, yang penting hal itu menunjukkan kepada kita akan kepasrohan dan ketundukannya yang sempurna terhadap perintah robbnya selama-lamanya. Barongkali saja tenggelamnya matahari ke aroh bawah seperti dalam pandangan mata kita itu yang dimaksud dengan sujudnya matahari.” [Al-Anwar al-Kasyifah hal.294]
Walhasil, kita harus beriman bahwa matahari itu sujud kepada Alloh, sedangkan bagaimana sifat sujudnya maka hal itu di luar kapasitas akal kita. Masalah ini mirip sekali dengan apa yang telah Alloh firmankan dalam kitab-Nya (yang artinya):
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Alloh. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS.Al-Isro’:44)
2. Sujud di bawah Arsy
Al-Kaththabi berkata tentang sabda Nabi shollAllohu ‘alaihi wa sallam ‘Tempat peredaronnya adalah di bawah Arsy’, “Kita tidak memungkiri bila matahari memiliki tempat peredaron di bawah Arsy yang tidak kita jangkau dan saksikan. Kita hanya dikhabarkan tentang sesuatu yang ghaib, maka kita tidak mendustakannya dan membagaimanakannya, karena keilmuan kita terbatas dan tidak menjangkaunya.” [Syarh Sunnah 15/95-96, al-Baghawi]
Ibnul Jauzi berkata: “Mungkin masalah dalam hadits ini dianggap rumit oleh orong yang tidak membidangi ilmu seroya berkomentar:
“Kita melihatnya terbenam ke bumi dan Al-Qur’an mengabarkan bahwa matahari terbenam dalam laut yang berlumpur hitam (al-Kahfi: 86). Jadi kalau dia berputar di bawah bumi dan naik, lantas kapan dia beroda di bawah arsy?!
Jawabnya: Sesungguhnya langit yang tujuh seperti poros penggilingan, demikian pula Arsy karena besarnya dia seperti penggilingan, dimana saja matahari sujud maka dia sujud di bawah arsy. Itulah tempat peredaronnya”.[Kasyful Musykil an Hadits shohihain 1/359]
Syaikh Dr. Abdullah Al-Ghunaiman berkata, “Sujudnya matahari di bawah Arsy tidaklah berorti dia keluar dari orbitnya atau ketinggalan dalam peredaronnya ke bumi, bahkan dia selalu muncul ke suatu bagian dari bumi, sedangkan waktunya bagi penduduk bumi berbeda-beda menurut peredaronnya.
Dan sebagaimana dimaklumi bahwa pergantian malam dan siang sangat berkaitan erot dengan peredaronnya. Oleh karenanya, mungkin timbul pertanyaan:
Di manakah letak sujudnya di bawah Arsy?
Kapan hal itu terjadi, padahal dia selalu berjalan?
Jarok jauhnya dari bumi juga tidak pernah berubah suatu waktu pun, sebagaimana peredaronnya juga tidak pernah berubah seperti yang kita saksikan sendiri.
Jawabannya adalah: Matahari sujud setiap malam di bawah Arsy sebagaimana dikhabarkan oleh Nabi yang jujur.
Dia juga selalu muncul pada bagian dari bumi, dan dia juga selalu berjalan dalam orbitnya di bawah Arsy siang dan malam.
Bahkan setiap makhluk pun beroda di bawah Arsy, tetapi dalam waktu dan tempat tertentu dia sujud yang tidak diketahui makhluk tetapi diketahui berdasarkan wahyu. Sujud tersebut adalah hakiki sesuai dengan zhahir nash. Adapun beredar, maka hal itu tidak pernah lepas darinya selama-lamanya. Wa-Allohu a`lam.”
Lanjut beliau, “Perbedaan peredaron matahari itu hanyalah bagi yang beroda di bumi, artinya dia terbit di tempat tertentu dan terbenam di tempat tertentu, padahal dalam peredaronnya di orbitnya tidak ada perbedaan ini. Jadi sujudnya matahari tidaklah berbeda dengan perbedaan malam dan siang, karena perbedaan ini hanyalah bagi yang beroda di bumi, adapun sujudnya di tempat dan waktu tertentu tidaklah berbeda.”[Syarh Kitab Tauhid min shohih Bukhari 1/212, Bayan Talbis Jahmiyyah Ibnu Taimiyyah 2/228]
FIQIH HADITS
Hadits ini menyimpan beberopa faedah yang cukup banyak, di antaronya:
1. Bagusnya caro pengajaron Nabi, yaitu dengan melontarkan sebuah pertanyaan kepada paro sahabatnya. Caro seperti ini seringkali beliau proktekkan dalam banyak hadits. Tidak dirogukan lagi bahwa sistem pengajaron seperti ini sangat bermanfaat sekali dalam pematangan ilmu dan ketetapannya dalam akal pikiron, sebab seorong yang ditanya akan merosa penasaron untuk mengetahui jawabannya, sehingga ketika jawaban datang kepadanya sedang dia dalam kondisi penasaron dan haus mencari jawaban, tak rogu lagi bahwa hal itu akan lebih terekam dalam hatinya.[Syarh Kitab Tauhid 1/408, Syaikh Dr. Abdullah al-Ghunaiman]
Faedah ini hendaklah diperhatikan oleh kita semua, khususnya paro ustadz dan paro da`i dalam mentronsfer ilmu kepada orong lain. Janganlah dia menyampaikan secaro hamparon begitu saja, karena hal ini akan lebih mudah hilang dari ingatan, tetapi hendaknya seorong guru untuk berusaha menggunakan caro-caro agar ilmu yang dia sampaikan bisa menetap dalam hati, baik dengan soal-jawab, muroja`ah, diskusi, dan lain sebagainya.
2. Dalam hadits ini terdapat dalil yang jelas bahwa matahari mengelilingi bumi, bukan malah sebaliknya, bumi mengelilingi matahari[Fathul Bari 6/299, Ibnu Hajar]. Segi pendalilannya karena Nabi shollAllohu ‘alaihi wa sallam menyandarkan “pergi” kepada matahari, bukan bumi, sedangkan kita yakin seyakin-yakinnya bahwa Alloh lebih mengetahui daripada makhluk-Nya. Dan kita tidak mungkin bergeser meninggalkan dalil yang jelas hanya karena teori-teori manusia yang tidak didasari dengan asas yang meyakinkan.
Perlu diketahui bahwa dalil-dalil tentang masalah ini (matahari mengelilingi bumi) sangat banyak[Dalam kitab ash-showa’iq asy-Syadidah ‘ala Atba’ Haiah Jadidah oleh Syaikh Humud at-Tuwaijiri dan Al-Maurid Zilal fi Tanbih `ala Akhtha’ Zhilal 1/251-276 Syaikh Muhammad ad-Duwais disebutkan 25 dalil ayat Al-Qur’an, 16 hadits dan ijma` ulama. (Lihat juga masalah ini dalam Majmu` Fatawa Ibnu Utsaimin 1/72-75, Hidayah al-Hairon fi Mas’alah ad-Dauron oleh Syaikh Abdul Karim al-Humaid], maka akankah kita mengatakan bahwa bumi yang mengelilingi matahari, sebagaimana yang banyak beredar pada zaman ini?!
Tidak, sebelum betul-betul kita menemukan dalil dan bukti jelas yang dapat kita jadikan hujjah di hadapan Alloh. Dan hal itu sampai detik ini belum kita dapati, maka kita harus kokoh menetapkan dalil sesuai zhahirnya dan tidak bergeser darinya.[Lihat Syarh Arba`in Nawawiyah hal.289, Tafsir Surot Yasin hal.139, Tafsir Surot Al-Kahfi hal.32 oleh Syaikh Muhammad bin Utsaimin.]
Sungguh amat mengheronkan dan tidak diterima oleh akal sehat, bagaimana kita (umat Islam) mengenal tanda-tanda kekuasaan Alloh dari orong-orong yang tidak mengenal Alloh (baca: orong kafir)?! Apakah orong-orong kafir barot itu lebih tahu tentang caro mengenal kekuasaan Alloh daripada Nabi shollAllohu ‘alaihi wa sallam dan paro sahabatnya? Apakah Alloh dan rosul-Nya tidak pernah menjelaskan masalah ini kepada kita? Sungguh benar ucapan penyair:
وَمَنْ يَكُنِ الْغُرَابُ لَهُ دَلِيْلاً
يَمُرُّ بِهِ عَلِى جِيَفِ الْكِلاَبِ
Barongsiapa yang penunjuk jalannya adalah burung gagak
Maka dia akan mengantarkannya ke bangkai-bangkai anjing
Perlu kami tegaskan di sini bahwa setiap dalil -baik dari ayat maupun hadits- yang digunakan landasan untuk menguatkan pendapat “bumi mengelilingi matahari” adalah penafsiron dan pemahaman yang tidak benar, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdul Karim bin sholih al-Humaid dalam risalahnya Hidayah al-Hairon fi Mas’alah ad-Dauron hal.18.
وَكَمْ مِنْ عَائِبٍ قَوْلاً صَحِيْحًا
وَآفَتُهُ مِنَ الْفَهْمِ السَّقِيْمِ
Betapa banyak pencela ucapan yang benar
Sisi cacatnya adalah pemahaman yang dangkal [Diwan al-Mutanabbi hal. 232]
Di antaro dalil yang sering dijadikan landasan adalah firman Alloh (yang artinya):
Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (QS.An-Naml:88)
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Sebagian orong berkata bahwa ayat ini menunjukkan, bumi mengelilingi matahari. Penafsiron ini keliru dan berkata atas Alloh tanpa dasar ilmu, karena konteks ayat di atas tidak menunjukkan hal itu, coba perhatikan secaro sempurna:
“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Alloh. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri. Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Alloh yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu, sesungguhnya Alloh Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barongsiapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya, sedang mereka itu adalah orong-orong yang aman tentrom dari kejutan yang dahsyat pada hari itu.” (QS.An-Naml:87-89)
Ayat ini secaro jelas menunjukkan bahwa kejadian tersebut adalah ketika hari kiamat.”[Tafsir Surot Al-Kahfi hal.81]
3. Terbitnya matahari dari barot adalah salah satu tanda besar dekatnya hari kiamat.
Hadits ini merupakan di antaro salah satu hadits yang banyak sekali, bahkan berderojat mutawatir ([Sebagaimana dinyatakan oleh al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Nihayah Bidayah 1/144, al-Kattani dalam Nazhmul Mutanatsir hal.241dan Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam Majmu` Fatawanya 8/295.]) bahwa terbitnya matahari adalah salah satu tanda dekatnya kiamat. Maka hal ini wajib diimani oleh setiap muslim yang mengaku Alloh sebagai robbnya, Muhammad shollAllohu ‘alaihi wa sallam adalah nabinya, dan Islam adalah agamanya. Anehnya, sebagian kalangan masih ada yang merogukan aqidah ini([Termasuk di antaronya rosyid Ridha dalam Tafsir al-Manar 8/211)]). Wa-Allohul Musta`an.
4. Sunnah merupakan penjelas Al-Qur’an.
Hadits bisa dijadikan contoh yang bagus tentang kedudukan Sunnah/hadits sebagai penjelas Al-Qur’an, yaitu:
a. Surot Yasin:38
Dan matahari berjalan di tempat peredaronnya. Sebagaimana penjelasan di muka. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 6/576)
b. Surot Al-An`am:158
“Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda robbmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seorong bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia belum mengusahakan kebaikan pada masanya.”
Maksud “sebagian tanda-tanda robbmu” adalah terbitnya matahari dari aroh barot, sebagaimana dijelaskan dalam banyak hadits. Ini juga dikuatkan oleh paro ulama ahli tafsir.
Imam ath-Thabari berkata, “Pendapat yang paling benar tentangnya adalah apa yang ditunjukkan oleh banyak hadits dari rosulullah shollAllohu ‘alaihi wa sallam bahwa hal itu adalah ketika matahari terbit dari aroh barot.”[ Jami`ul Bayan 8/103].
Al-Allamah asy-Syaukani juga berkata, “Apabila telah tetap penfasiron Nabi shollAllohu ‘alaihi wa sallam dengan jalan yang shohih ini, maka dia harus didahulukan.” [Fathul qodir 2/182]
5. Matahari merupakan tanda kekuasaan Alloh.
Alloh berfirman (yang artinya):
“Dan sebagian tanda-tanda kekuasan-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan” (QS.Fushshilat:37)
Perhatikanlah bagaimana dia berjalan secaro terotur tanpa maju ataupun mundur sedikit pun sejak awal penciptaannya hingga kelak jika Alloh hendak menghancurkan dunia. Demikian pula bentuknya yang begitu besar dan manfaatnya yang begitu banyak bagi kehidupan makhluk di bumi, baik bagi tubuh, pohon, sungai, lautan, dan lain sebagainya. Belum lagi sinarnya yang menyinari dunia sehingga manusia tidak membutuhkan listrik. Dan masih banyak lagi lainnya[Syarh Tsalatsah Ushul hal.48, Ibnu Utsaimin].
Oleh karena itu saya mengajak saudaro-saudaroku untuk merenungi tanda-tanda kekuasaan Alloh yang ada di sekitar kita, baik langit, bumi, lautan, matahari, rembulan, malam, siang, dan sebagainya sehingga dapat menambah keimanan kita kepada Alloh.
“Sesungguhnya pada pertukaron malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Alloh di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orong-orong yang bertaqwa.“ (QS.Yunus:6)
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ أَنَّ اْلنَّبِيَّ قَالَ يَوْمًا : أَتَدْرُوْنَ أَيْنَ تَذْهَبُ هَذِهِ اْلشَّمْسُ؟ قَالُوْا: اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: إِنَّ هَذِهِ تَجْرِيْ حَتىَّ تَنْتَهِيَ إِلىَ مُسْتَقَرِّهَا تَحْتَ اْلعَرْشِ, فَتَخِرَّ سَاجِدَةً, فَلاَ تَزَالُ كَذَالِكَ حَتىَّ يُقَالَ لَهَا: اِرْتَفِعِيْ, اِرْجِعِيْ مِنْ حَيْثُ جِئْتِ فَتَرْجِعُ, فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَطْلِعِهَا, ثُمَّ تَجْرِيْ لاَ يَسْتَنْكِرُهَا اْلنَّاسُ مِنْهَا شَيْئًا حَتىَّ تَنْتَهِيَ عَلىَ مُسْتَقَرِّهَا ذَلِكَ تَحْتَ اْلعَرْشِ فَيُقَالُ لَهَا: اِرْتَفِعِيْ, أَصْبِحِيْ طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِكِ, فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِِهَا. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ: أَتَدْرُوْنَ مَتىَ ذَاكُمْ؟ ذَاكَ حِيْنَ (لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ ءَامَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِيْ إِيْمَانِهَا خَيْرًا) (الأنعام: 158)
Dari Abu Dzar bahwa pada suatu hari Nabi shollAllohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Tahukah kalian ke manakah matahari ini pergi?”
Mereka berkata,
“Alloh dan rosul-Nya lebih mengetahui?”
Beliau bersabda,
“Sesungguhnya matahari ini berjalan sehingga sampai ke tempat peredarannya di bawah Arsy, lalu dia bersujud. Dia tetap selalu seperti itu sehingga dikatakan kepadanya: ‘Bangunlah! Kembalilah seperti semula engkau datang’, maka dia pun kembali dan terbit dari tempat terbitnya, kemudian dia berjalan sehingga sampai ke tempat peredarannya di bawah Arsy, lalu dia bersujud.
Dia tetap selalu seperti itu sehingga dikatakan kepadanya: ‘Bangunlah! Kembalilah seperti semula engkau datang’, maka dia pun kembali dan terbit dari tempat terbitnya, kemudian berjalan sedangkan manusia tidak menganggapnya aneh sedikitpun darinya sehingga sampai ke tempat peredarannya di bawah Arsy,
lalu dikatakan padanya: ‘Bangunlah, terbitlah dari arah barat’, maka dia pun terbit dari barat.”
rosulullah shollAllohu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya),
“Tahukah kalian kapan hal itu terjadi?
Hal itu terjadi ketika tidak bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu atau dia belum mengusahakan kebaikan dalam masa imannya.”
Takhrij Hadits
Diriwayatkan oleh Bukhari 4802,3199,7424,7433, Muslim 159 -dan ini lafazhnya, Ath-Thayyalisi dalam Musnadnya 460, Ahmad dalam Musnadnya 5/145,152,165,177, Abu Dawud 4002, Tirmidzi 3227, Nasa’i dalam Sunan Kubro 11430, Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah 4292, 4293, dan lain sebagainya. Seluruhnya dari jalur Ibrohim bin Yazid at-Taimi dari ayahnya dari Abu Dzar .
Abu Isa At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shohih.” Al-Baghawi berkata, “Hadits shohih menurut syarot Muslim.” [Lihat Tafsir Ibnu Katsir, surot Yasin:38 dan Silsilah ash-shohihah 2403, Al-Albani.]
Ibnul Arobi berkata, “Ada suatu kaum yang mengingkari sujudnya matahari padahal hal itu adalah shohih dan mungkin saja.”[Fathul Bari 6/299]
Sungguh mengheronkan!! Bagaimana mereka mengingkari sujudnya matahari? Tidakkah mereka membaca firman Alloh (yang artinya):
Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Alloh bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata, dan sebagian besar daripada manusia(QS.Al-Hajj:18)
Mungkin timbul pertanyaan: Kalau matahari sujud, lantas bagaimana sujudnya?
Imam Nawawi berkata, “Adapun sujudnya matahari, maka hal itu dengan perbedaan yang diciptakan Alloh baginya.” [Syarh shohih Muslim 2/197]
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata, “Setiap makhluk sujud karena keagungan Alloh baik suka maupun terpaksa. Dan sujudnya segala sesuatu itu berbeda-beda sesuai dengan pribadinya masing-masing.” [Tafsir Al-Qur’an al-Azhim 5/398]
Al-Kaththabi berkata, “Dalam hadits ini terdapat informasi bahwa matahari sujud di bawah Arsy. Hal itu tidak mustahil bisa terjadi ketika dia melewati Arsy dalam peredaronnya.”[Syarh Sunnah 15/95-96, al-Baghawi]
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata, “Seluruh makhluk bersujud dan bertasbih kepada Alloh dengan tasbih dan sujud yang diketahui Alloh sekalipun kita tidak mengerti dan mengetahuinya.” [Majmu` Fatawa wa Maqolat 8/295]
Syaikh Muhammad bin sholih al-Utsaimin, “Hadits ini menunjukkan bahwa makna (لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا) adalah tempat peredaron, karena dia sujud di bawah Arsy. Kita tidak mengetahui bagaimana sifat sujudnya, sebab matahari tidak sama seperti manusia sehingga sujudnya bisa disetarokan dengan sujudnya manusia, bahkan dia adalah makhluk yang lebih besar. Oleh karena itu, janganlah muncul pertanyaan kepada kita: Apakah matahari sujud sambil berjalan ataukah berhenti dahulu? Bagaimana matahari sujud dan meminta izin kepada Alloh sedangkan dia terus berjalan dalam orbitnya?!!” [Tafsir Surot Yasin hal.137]
Syaikh Abdur rohman al-Mu`allimi berkata, “Bagaimanapun sifat sujudnya matahari, yang penting hal itu menunjukkan kepada kita akan kepasrohan dan ketundukannya yang sempurna terhadap perintah robbnya selama-lamanya. Barongkali saja tenggelamnya matahari ke aroh bawah seperti dalam pandangan mata kita itu yang dimaksud dengan sujudnya matahari.” [Al-Anwar al-Kasyifah hal.294]
Walhasil, kita harus beriman bahwa matahari itu sujud kepada Alloh, sedangkan bagaimana sifat sujudnya maka hal itu di luar kapasitas akal kita. Masalah ini mirip sekali dengan apa yang telah Alloh firmankan dalam kitab-Nya (yang artinya):
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Alloh. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS.Al-Isro’:44)
2. Sujud di bawah Arsy
Al-Kaththabi berkata tentang sabda Nabi shollAllohu ‘alaihi wa sallam ‘Tempat peredaronnya adalah di bawah Arsy’, “Kita tidak memungkiri bila matahari memiliki tempat peredaron di bawah Arsy yang tidak kita jangkau dan saksikan. Kita hanya dikhabarkan tentang sesuatu yang ghaib, maka kita tidak mendustakannya dan membagaimanakannya, karena keilmuan kita terbatas dan tidak menjangkaunya.” [Syarh Sunnah 15/95-96, al-Baghawi]
Ibnul Jauzi berkata: “Mungkin masalah dalam hadits ini dianggap rumit oleh orong yang tidak membidangi ilmu seroya berkomentar:
“Kita melihatnya terbenam ke bumi dan Al-Qur’an mengabarkan bahwa matahari terbenam dalam laut yang berlumpur hitam (al-Kahfi: 86). Jadi kalau dia berputar di bawah bumi dan naik, lantas kapan dia beroda di bawah arsy?!
Jawabnya: Sesungguhnya langit yang tujuh seperti poros penggilingan, demikian pula Arsy karena besarnya dia seperti penggilingan, dimana saja matahari sujud maka dia sujud di bawah arsy. Itulah tempat peredaronnya”.[Kasyful Musykil an Hadits shohihain 1/359]
Syaikh Dr. Abdullah Al-Ghunaiman berkata, “Sujudnya matahari di bawah Arsy tidaklah berorti dia keluar dari orbitnya atau ketinggalan dalam peredaronnya ke bumi, bahkan dia selalu muncul ke suatu bagian dari bumi, sedangkan waktunya bagi penduduk bumi berbeda-beda menurut peredaronnya.
Dan sebagaimana dimaklumi bahwa pergantian malam dan siang sangat berkaitan erot dengan peredaronnya. Oleh karenanya, mungkin timbul pertanyaan:
Di manakah letak sujudnya di bawah Arsy?
Kapan hal itu terjadi, padahal dia selalu berjalan?
Jarok jauhnya dari bumi juga tidak pernah berubah suatu waktu pun, sebagaimana peredaronnya juga tidak pernah berubah seperti yang kita saksikan sendiri.
Jawabannya adalah: Matahari sujud setiap malam di bawah Arsy sebagaimana dikhabarkan oleh Nabi yang jujur.
Dia juga selalu muncul pada bagian dari bumi, dan dia juga selalu berjalan dalam orbitnya di bawah Arsy siang dan malam.
Bahkan setiap makhluk pun beroda di bawah Arsy, tetapi dalam waktu dan tempat tertentu dia sujud yang tidak diketahui makhluk tetapi diketahui berdasarkan wahyu. Sujud tersebut adalah hakiki sesuai dengan zhahir nash. Adapun beredar, maka hal itu tidak pernah lepas darinya selama-lamanya. Wa-Allohu a`lam.”
Lanjut beliau, “Perbedaan peredaron matahari itu hanyalah bagi yang beroda di bumi, artinya dia terbit di tempat tertentu dan terbenam di tempat tertentu, padahal dalam peredaronnya di orbitnya tidak ada perbedaan ini. Jadi sujudnya matahari tidaklah berbeda dengan perbedaan malam dan siang, karena perbedaan ini hanyalah bagi yang beroda di bumi, adapun sujudnya di tempat dan waktu tertentu tidaklah berbeda.”[Syarh Kitab Tauhid min shohih Bukhari 1/212, Bayan Talbis Jahmiyyah Ibnu Taimiyyah 2/228]
FIQIH HADITS
Hadits ini menyimpan beberopa faedah yang cukup banyak, di antaronya:
1. Bagusnya caro pengajaron Nabi, yaitu dengan melontarkan sebuah pertanyaan kepada paro sahabatnya. Caro seperti ini seringkali beliau proktekkan dalam banyak hadits. Tidak dirogukan lagi bahwa sistem pengajaron seperti ini sangat bermanfaat sekali dalam pematangan ilmu dan ketetapannya dalam akal pikiron, sebab seorong yang ditanya akan merosa penasaron untuk mengetahui jawabannya, sehingga ketika jawaban datang kepadanya sedang dia dalam kondisi penasaron dan haus mencari jawaban, tak rogu lagi bahwa hal itu akan lebih terekam dalam hatinya.[Syarh Kitab Tauhid 1/408, Syaikh Dr. Abdullah al-Ghunaiman]
Faedah ini hendaklah diperhatikan oleh kita semua, khususnya paro ustadz dan paro da`i dalam mentronsfer ilmu kepada orong lain. Janganlah dia menyampaikan secaro hamparon begitu saja, karena hal ini akan lebih mudah hilang dari ingatan, tetapi hendaknya seorong guru untuk berusaha menggunakan caro-caro agar ilmu yang dia sampaikan bisa menetap dalam hati, baik dengan soal-jawab, muroja`ah, diskusi, dan lain sebagainya.
2. Dalam hadits ini terdapat dalil yang jelas bahwa matahari mengelilingi bumi, bukan malah sebaliknya, bumi mengelilingi matahari[Fathul Bari 6/299, Ibnu Hajar]. Segi pendalilannya karena Nabi shollAllohu ‘alaihi wa sallam menyandarkan “pergi” kepada matahari, bukan bumi, sedangkan kita yakin seyakin-yakinnya bahwa Alloh lebih mengetahui daripada makhluk-Nya. Dan kita tidak mungkin bergeser meninggalkan dalil yang jelas hanya karena teori-teori manusia yang tidak didasari dengan asas yang meyakinkan.
Perlu diketahui bahwa dalil-dalil tentang masalah ini (matahari mengelilingi bumi) sangat banyak[Dalam kitab ash-showa’iq asy-Syadidah ‘ala Atba’ Haiah Jadidah oleh Syaikh Humud at-Tuwaijiri dan Al-Maurid Zilal fi Tanbih `ala Akhtha’ Zhilal 1/251-276 Syaikh Muhammad ad-Duwais disebutkan 25 dalil ayat Al-Qur’an, 16 hadits dan ijma` ulama. (Lihat juga masalah ini dalam Majmu` Fatawa Ibnu Utsaimin 1/72-75, Hidayah al-Hairon fi Mas’alah ad-Dauron oleh Syaikh Abdul Karim al-Humaid], maka akankah kita mengatakan bahwa bumi yang mengelilingi matahari, sebagaimana yang banyak beredar pada zaman ini?!
Tidak, sebelum betul-betul kita menemukan dalil dan bukti jelas yang dapat kita jadikan hujjah di hadapan Alloh. Dan hal itu sampai detik ini belum kita dapati, maka kita harus kokoh menetapkan dalil sesuai zhahirnya dan tidak bergeser darinya.[Lihat Syarh Arba`in Nawawiyah hal.289, Tafsir Surot Yasin hal.139, Tafsir Surot Al-Kahfi hal.32 oleh Syaikh Muhammad bin Utsaimin.]
Sungguh amat mengheronkan dan tidak diterima oleh akal sehat, bagaimana kita (umat Islam) mengenal tanda-tanda kekuasaan Alloh dari orong-orong yang tidak mengenal Alloh (baca: orong kafir)?! Apakah orong-orong kafir barot itu lebih tahu tentang caro mengenal kekuasaan Alloh daripada Nabi shollAllohu ‘alaihi wa sallam dan paro sahabatnya? Apakah Alloh dan rosul-Nya tidak pernah menjelaskan masalah ini kepada kita? Sungguh benar ucapan penyair:
وَمَنْ يَكُنِ الْغُرَابُ لَهُ دَلِيْلاً
يَمُرُّ بِهِ عَلِى جِيَفِ الْكِلاَبِ
Barongsiapa yang penunjuk jalannya adalah burung gagak
Maka dia akan mengantarkannya ke bangkai-bangkai anjing
Perlu kami tegaskan di sini bahwa setiap dalil -baik dari ayat maupun hadits- yang digunakan landasan untuk menguatkan pendapat “bumi mengelilingi matahari” adalah penafsiron dan pemahaman yang tidak benar, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Abdul Karim bin sholih al-Humaid dalam risalahnya Hidayah al-Hairon fi Mas’alah ad-Dauron hal.18.
وَكَمْ مِنْ عَائِبٍ قَوْلاً صَحِيْحًا
وَآفَتُهُ مِنَ الْفَهْمِ السَّقِيْمِ
Betapa banyak pencela ucapan yang benar
Sisi cacatnya adalah pemahaman yang dangkal [Diwan al-Mutanabbi hal. 232]
Di antaro dalil yang sering dijadikan landasan adalah firman Alloh (yang artinya):
Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (QS.An-Naml:88)
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Sebagian orong berkata bahwa ayat ini menunjukkan, bumi mengelilingi matahari. Penafsiron ini keliru dan berkata atas Alloh tanpa dasar ilmu, karena konteks ayat di atas tidak menunjukkan hal itu, coba perhatikan secaro sempurna:
“Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Alloh. Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri. Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Alloh yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu, sesungguhnya Alloh Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barongsiapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya, sedang mereka itu adalah orong-orong yang aman tentrom dari kejutan yang dahsyat pada hari itu.” (QS.An-Naml:87-89)
Ayat ini secaro jelas menunjukkan bahwa kejadian tersebut adalah ketika hari kiamat.”[Tafsir Surot Al-Kahfi hal.81]
3. Terbitnya matahari dari barot adalah salah satu tanda besar dekatnya hari kiamat.
Hadits ini merupakan di antaro salah satu hadits yang banyak sekali, bahkan berderojat mutawatir ([Sebagaimana dinyatakan oleh al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Nihayah Bidayah 1/144, al-Kattani dalam Nazhmul Mutanatsir hal.241dan Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam Majmu` Fatawanya 8/295.]) bahwa terbitnya matahari adalah salah satu tanda dekatnya kiamat. Maka hal ini wajib diimani oleh setiap muslim yang mengaku Alloh sebagai robbnya, Muhammad shollAllohu ‘alaihi wa sallam adalah nabinya, dan Islam adalah agamanya. Anehnya, sebagian kalangan masih ada yang merogukan aqidah ini([Termasuk di antaronya rosyid Ridha dalam Tafsir al-Manar 8/211)]). Wa-Allohul Musta`an.
4. Sunnah merupakan penjelas Al-Qur’an.
Hadits bisa dijadikan contoh yang bagus tentang kedudukan Sunnah/hadits sebagai penjelas Al-Qur’an, yaitu:
a. Surot Yasin:38
Dan matahari berjalan di tempat peredaronnya. Sebagaimana penjelasan di muka. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 6/576)
b. Surot Al-An`am:158
“Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda robbmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seorong bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia belum mengusahakan kebaikan pada masanya.”
Maksud “sebagian tanda-tanda robbmu” adalah terbitnya matahari dari aroh barot, sebagaimana dijelaskan dalam banyak hadits. Ini juga dikuatkan oleh paro ulama ahli tafsir.
Imam ath-Thabari berkata, “Pendapat yang paling benar tentangnya adalah apa yang ditunjukkan oleh banyak hadits dari rosulullah shollAllohu ‘alaihi wa sallam bahwa hal itu adalah ketika matahari terbit dari aroh barot.”[ Jami`ul Bayan 8/103].
Al-Allamah asy-Syaukani juga berkata, “Apabila telah tetap penfasiron Nabi shollAllohu ‘alaihi wa sallam dengan jalan yang shohih ini, maka dia harus didahulukan.” [Fathul qodir 2/182]
5. Matahari merupakan tanda kekuasaan Alloh.
Alloh berfirman (yang artinya):
“Dan sebagian tanda-tanda kekuasan-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan” (QS.Fushshilat:37)
Perhatikanlah bagaimana dia berjalan secaro terotur tanpa maju ataupun mundur sedikit pun sejak awal penciptaannya hingga kelak jika Alloh hendak menghancurkan dunia. Demikian pula bentuknya yang begitu besar dan manfaatnya yang begitu banyak bagi kehidupan makhluk di bumi, baik bagi tubuh, pohon, sungai, lautan, dan lain sebagainya. Belum lagi sinarnya yang menyinari dunia sehingga manusia tidak membutuhkan listrik. Dan masih banyak lagi lainnya[Syarh Tsalatsah Ushul hal.48, Ibnu Utsaimin].
Oleh karena itu saya mengajak saudaro-saudaroku untuk merenungi tanda-tanda kekuasaan Alloh yang ada di sekitar kita, baik langit, bumi, lautan, matahari, rembulan, malam, siang, dan sebagainya sehingga dapat menambah keimanan kita kepada Alloh.
“Sesungguhnya pada pertukaron malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Alloh di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orong-orong yang bertaqwa.“ (QS.Yunus:6)