Jika Terjadi Khilaf (perselisihan)

DARI KHILAF AHLIL 'ILMI
HINGGA MENJADI KHILAF SUAMI ISTRI

Tanya:
Assalamu'alaykum wa Rahmatullahi wa Barakatuh.

Ustadz, izin bertanya. Dalam perkara fikih yang terdapat khilaf 'Ulama pada perkara tersebut, apakah seorang istri harus menerima dan mengamalkan pendapat yang dianggap kuat oleh suaminya? Ataukah seorang istri boleh untuk mengambil pendapatnya sendiri?
Jazakumullahu khayran wa Barakallahu fiykum.

Jawab:
Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jika keduanya melihat masalah khilaf 'Ulama sesuai dengan apa yang keduanya anggap kuat, sementara keduanya telah khilaf dalam menentukan anggapan maka keduanya tidak akan mendapatkan solusi dalam menyelesaikan masalah yang ada. Demikian pula ketika suami menganggap bahwa pendapat yang dia pilih lebih kuat lalu mengharuskan istri untuk mengikuti pendapatnya maka ini juga tidak akan menyelesaikan masalah. Begitu pula istri yang memilih pendapatnya sendiri yang telah bersebrangan dengan pendapat suami, ini juga tidak akan menyelesaikan masalah, namun hendaklah masing-masing mengembalikan kepada apa yang telah jelas diputuskan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, sebagaimana pernah terjadi di zaman Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, ketika terjadi perselisihan antara suami dan istri tentang masalah anak dari keduanya hendak ikut siapa? Maka Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam memberi keputusan yang sangat jelas:

يَاغُلاَمُ، هَـذَا أَبُوكَ وَهَـذِهِ أُمُّكَ، فَخُـذْ بِيَدِ أَيِّهِـمَا شِئْتَ.

“Wahai anak, ini adalah ayahmu dan ini adalah ibumu, maka ikutlah bersama salah satu dari keduanya yang kamu inginkan.” Diwayatkan oleh Ashhabus Sunan.
Pada kelanjutan hadits diterangkan:

فَأَخَذَ بِيَدِ أُمَّهِ، فَانْـطَلَقَـتْ بِهِ.

"Lalu dia mengikuti ibunya, kemudian ibunya membawanya pergi."

Kalau masing-masing tidak mengembalikan kepada apa yang telah jelas diputuskan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam maka tentu tidak akan selesai masalahnya, karena ayahnya merasa anak itu adalah anaknya dan nisbatnya kepadanya, dia merasa lebih berhak terhadapnnya. Demikian pula ibu merasa lebih berhak terhadap anak itu karena ia telah mengandungnya, melahirkannya dan menyapihnya, lagi pula Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah memerintahkan seorang anak untuk mendahulukan baktinya kepada ibunya, bahkan disebutkan tiga kali baru kemudian ayahnya.

Dalam perkara khilaf berdasarkan dalil-dalil seperti ini, kita dituntut untuk melihat kepada dalil yang sudah jelas keputusannya, sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta'ala telah jelaskan:

الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ اَحْسَنَهٗ   ۗ  اُولٰٓئِكَ الَّذِيْنَ هَدٰٮهُمُ اللّٰهُ وَاُولٰٓئِكَ هُمْ اُولُوا الْاَلْبَابِ.

"Orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mereka mengikuti yang paling baiknya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat." (Az-Zumar: 18).
Dalil ini sebagai penjelas terhadap perkataan Allah Subhanahu wa Ta'ala:

فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْـتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَـوْمِ الْاٰخِرِ  ۗ  ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا.

"Jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah oleh kalian sesuatu tersebut kepada Allah dan Rasul, jika keberadaan kalian itu beriman kepada Allah dan hari kiamat. Yang demikian itu, lebih utama dan lebih baik akibatnya." (An-Nisa': 59).

Ketika sudah mencoba menyelesaikan masalah khilaf tersebut dengan melihat dalil-dalil yang para 'Ulama telah berdalil dengannya namun ternyata belum juga mendapatkan titik temu dan belum mendapatkan dalil yang sudah jelas keputusannya maka hendaklah bagi suami dan istri berlapang dada, jangan sampai menjadikan khilaf tersebut sebagai pintu masuknya setan, karena di zaman sekarang ini setan menjadikan khilaf sebagai pintu masuk untuk menghancurkan suatu rumah tangga, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berkata:

إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ فِي جَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَلَكِنْ فِي التَّحْرِيشِ بَيْنَهُمْ.

"Sungguh setan

benar-benar telah berputus asa dari disembah dirinya oleh orang-orang yang shalat di Jazirah Arab akan tetapi dengan merusak hubungan di antara mereka."
Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir Radhiyallahu 'Anhu.
Pada kelanjutan hadits dengan beda jalur periwayatan:

إِنَّ عَرْشَ إِبْلِيسَ عَلَى الْبَحْرِ فَيَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَيَفْتِنُونَ النَّاسَ فَأَعْظَمُهُمْ عِنْدَهُ أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً.

"Sungguh singgasana Iblis di atas laut, dia mengutus bala tentaranya untuk membuat fitnah kepada manusia, yang paling hebatnya mereka di sisinya adalah yang paling hebatnya fitnah mereka." Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir Radhiyallahu 'Anhu, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Pada kelanjutan riwayatnya:

ثُمَّ يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ، فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ نِعْمَ أَنْتَ.

"Kemudian datang salah seorang dari bala tentaranya lalu mengatakan: "Aku tidak meninggalkan manusia sampai aku memisahkan antara seseorang dan antara istrinya." Maka Iblis memberikan pujian kepadanya, sambil berkata: "Sebaik-baik tentara adalah kamu."

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa menjaga kita dan memberikan taufik kepada kita untuk selalu beramal sesuai dengan apa yang Dia ridhai dan Dia cintai.

(Abu Ahmad Muhammad Al-Khidhir di Kemang Pratama Bekasi pada 21 Syawwal 1439).

⛵️ http://t.me/majaalisalkhidhir

Comments